Jumat, 18 Mei 2012

MASALAH PENDIDIKAN

Masalah pokok pendidikan yang dialami di Indonesia adalah:
1. Kualitas pendidikan
    Misalnya:    - Mutu guru yang masih rendah terdapat di semua jenjang pendidikan.
                      - Alat bantu proses belajar mengajar belum memadai.
                      - Tidak meratanya lulusan yang dihasilkan untuk semua jenjang pendidikan.
    Untuk mengatasinya:     - Meningkatkan anggaran untuk pendidikan.
                                        - Meningkatkan efisiensi pendidikan.
2. Relevansi pendidikan
    Relevansi pendidikan merupakan kesesuaian antara pendidikan dengan perkembangan di masyarakat.
    Misalnya:    - Lembaga pendidikan tidak dapat mencetak lulusan yang siap pakai.
                      - Tidak adanya kesesuaian antara output (lulusan) pendidikan dengan tuntutan perkembangan ekonomi.
    Untuk mengatasinya:     - Membuat kurikulum yang sesuai dengan perkembangan dunia usaha
                                        - Mengganti kurikulum yang sudah tidak sesuai dengan tuntutan zaman.
3. Elitisme
    Adalah kecenderungan penyelenggaraan pendidikan oleh pemerintah yang menguntungkan kelompok minoritas yang justru mampu ditinjau secara ekonomi.
    Misalnya:    - Kepincangan pemberian subsidi.
                      - Mahalnya pendidikan yang mengakibatkan hanya bisa dienyam oleh orang yang kaya.
    Untuk mengatasinya:     - Subsidi silang.
                                        - Pemberian beasiswa kepada yang tidak mampu.
4. Manajemen pendidikan
    Misalnya:    - Masalah pengelolaan sekolah.
                      - Lembaga pendidikan dibentuk berdasarkan fungsi dan peranan pendidikan yang sudah ketinggalan jaman.
    Untuk mengatasinya:     - Sistem pendidikan nasional (Sisdikanas) perlu ditata kembali.
5. Pemerataan pendidikan
    Misalnya:    - Biaya pendidikan yang mahal membuat siswa putus sekolah atau tidak melanjutkan.
    Untuk mengatasinya:     - Menggratiskan sekolah dalam wajib belajar 9 tahun.
                                        - Menekankan pentingnya sekolah.

KEBIJAKAN PENDIDIKAN
Pada awal Repelita I terdapat ketidakseimbangan yang antara lain meliputi:
- Ketidakseimbangan antara jumlah penduduk usia sekolah dengan jumlah fasilitasnya.
- Ketidakseimbangan antara bidang pendidikan dengan kebutuhan tenaga kerja.
- Ketidakseimbangan antara jumlah SD, SMP, SMA dan perguruan tinggi.
Selain ketidakseimbangan itu masih ada masalah lain seperti:
    - Banyaknya buta aksara dan angka
    - Banyaknya siswa yang drop out.
    - Rendahnya kualitas hasil pendidikan.
    - Kurangnya tenaga pengajar.
    - Dalam administrasi pendidikan masih terjadi kecurangan.
Dalam Repelita II, masalah yang timbul antara lain:
- Masalah yang berkaitan dengan pengembangan sistem pendidikan.
- Pemeliharaan dan peningkatan mutu pendidikan.
- Perluasan mutu pendidikan pada semua tingkat.
- Perluasan kesempatan belajar.
- Pengembangan sistem penyajian.
- Pendidikan non-formal (di luar sekolah).
- Pembinaan generasi muda.
- Pengembangan sistem informasi.
- Pengarahan penggunaan sumber pembiayaan.

Kebijakan yang ditetapkan pemerintah pada Repelita I meliputi:
Repelita I:     - Program pendidikan secara horisontal lebih diarahkan kepada kebutuhan-kebutuhan pendidikan dan latihan untuk sektor-sektor pembangunan yang diprioritaskan.
                    - Program pendidikan secara vertikal diarahkan kepada perbaikan keseimbangan dengan menitikberatkan kepada tingkat pendidikan menengah.
                    Program-progam tersebut meliputi:
                        - Program Peningkatan Mutu Pendidikan Sekolah Dasar
                        - Program Penambahan Pendidikan Kejuruan pada Sekolah Lanjutan Umum
                        - Program Peningkatan Pendidikan Teknik dan Kejuruan
                        - Program Peningkatan Pendidikan Guru
                        - Program Pendidikan Masyarakat dan Orang Dewasa
                        - Program Pengembangan Pendidikan
                        - Program Pembinaan Kebudayaan dan Olahraga
                        - Program Pendidikan Latihan Institusional
                        - Program Peningkatan Penelitian
Repelita II:    -   Pemerataan dalam memperoleh kesempatan pendidikan.
Repelita III:  -   Menyediakan fasilitas belajar pada pendidikan dasar bagi anak berumur 7-12 tahun
                    -   Menampung lulusan pada tingkat pendidikan yang lebih tinggi.
Repelita IV:  - Memprogramkan tiga kebijaksanaan umum dalam pembangunan bidang pendidikan nasional yang meliputi: pendidikan seumur hidup, pendidikan semesta menyeluruh dan terpadu serta kebijaksanaan untuk membina kemajuan adat, budaya dan persatuan
Repelita V:   -   Memperbaiki sistem dan multi pendidikan dalam keseluruhan unsur, jenis, jalur, dan jenjangnya.
                    -   Meningkatan mutu kurikulum, silabus, tenaga pengajar, pelatih, metode dan sarana pengajaran.
                    -   Meningkatkan pembudayaan nilai-nilai Pancasila dalam rangka mewujudkan manusia-manusia pembangunan yang dapat membangun dirinya sendiri serta bersama-sama bertanggungjawab atas pembangunan bangsa.
                    -   Meningkatkan mutu pendidikan.
                    -   Meningkatkan partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan.
                    -   Menata kembali sistem pendidikan guru dan tenaga pendidikan lainnya.
                    -   Melaksanakan penelitian dan pengembangan pendidikan dan kebudayaan agar dapat menghasilkan gagasan-gagasan baru yang berorientasi pada penyempurnaan sistem pendidikan yang efisien.
                    -   Penyeragaman mutu pendidikan melalui pengembangan institusi dan sistem pengujian untuk semua jenis dan jenjang pendidikan, agar dapat diupayakan standarisasi mutu pendidikan baik secara regional maupun nasional.

KEBIJAKAN PENDIDIKAN PROGRAM PENDIDIKAN NASIONAL TAHUN 2000-2004
Masalah pendidikan yang menonjol saat ini yaitu:
- Masih rendahnya pemerataan memperoleh pendidikan.
- Masih rendahnya kualitas dan relevansi pendidikan.
- Masih lemahnya manajemen pendidikan
- Belum terwujudnya kemandirian dan keunggulan Iptek di kalangan akademisi.

Kebijakan yang diamanatkan GBHN 1999-2004 antara lain:
-   Mengupayakan perluasan dan pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan yang bermutu tinggi bagi seluruh rakyat Indonesia menuju terciptanya manusia Indonesia berkualitas dengan peningkatan anggaran yang berarti.
-   Meningkatkan kemampuan akademik dan profesional serta meningkatkan jaminan kesejahteraan tenaga kependidikan sehingga tenaga pendidik mampu berfungsi secara optimal terutama dalam peningkatan pendidikan watak dan budi pekerti agar dapat mengembalikan wibawa lembaga dan tenaga kependidikan.
-   Melakukan pembaharuan sistem pendidikan termasuk pembaharuan kurikulum berupa diversifikasi peserta didik. Kurikulum yang berlaku secara nasional dan lokal sesuai dengan kepentingan setempat, serta diversifikasi jenis pendidikan secara profesional.
-   Memberdayakan lembaga pendidikan baik sekolah maupun luar sekolah sebagai pusat pembudayaan nilai, sikap dan kemampuan, serta meningkatkan partisipasi keluarga dan masyarakat yang didukung oleh semua sarana dan prasarana yang memadai.
-   Mendukung pembaruan dan pemantapan sistem pendidikan nasional berdasarkan prinsip disentralisasi, otonomi keilmuan, dan manajemen.
-   Meningkatkan kualitas lembaga pendidikan yang diselenggarakan baik oleh masyarakat maupun pemerintah untuk memantapkan sistem pendidikan yang efektif dan efisien dalam menghadapi perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni.
-   Mengembangkan kualitas sumber daya manusia sedini mungkin secara terarah, terpadu dan menyeluruh melalui berbagai upaya proaktif dan reaktif oleh seluruh komponen bangsa agar generasi muda dapat berkembang secara optimal disertai dengan hak dukungan dan lingkungan sesuai dengan potensinya.
-   Meningkatkan penguasaan, pengembangan dan pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi bangsa sendiri dalam dunia usaha, terutama usaha kecil, menengah dan koperasi guna meningkatkan daya saing produk yang berbasis sumber daya lokal.

Sumber: Munib, Achmad. 2009. Pengantar Ilmu Pendidikan. Semarang: Unnes Press

Jumat, 11 Mei 2012

MODEL DAN ORGANISASI PENGEMBANGAN KURIKULUM


I.Pendahuluan
Pendidikan  merupakan suatu lembaga untuk memenuhi kebutuhan dan juga merespon prubahan yang ada di lingkungan . Tuntutan akan lulusan lembaga pendidikan yang bermutu semakin mendesak karena semakin ketatnya persaingan dalam lapangan kerja. Salah satu implikasi globalisasi dalam pendidikan yaitu adanya deregulasi yang membuka peluang lembaga pendidikan ( termasuk perguruan tinggi asing) membuka sekolahnya di Indonesia. Oleh karena itu persaingan di pasar kerja akan semakin berat.
Mengantisipasi perubahan-perubahan yang begitu cepat serta tantangan yang semakin besar dan kompleks, tiada jalan lain bagi pemerintah dalam fungsinya sebagai penyelenggara pembangunan di bidang pendidikan dan lembaga-lembaga pendidikan untuk mengupayakan segala cara untuk meningkatkan daya saing lulusan serta produk-produk akademik lainnya, yang antara lain dicapai melalui peningkatan mutu pendidikan.

                               
II.  Bahasan
A.      Apa yang dimaksud dengan pengembangan kurikulum ?
    Menurut Audrey Nicholls dan S. Howard Nichools :
    The planning of learning opportunities intended to bring about certain desered in pupils, and    assessment of the extent to wich these changes have taken place
   Learning opportunies mengandung arti sebagai  Perencanaan kesempatan-kesempatan belajar yang dimaksudkan untuk membawa  siswa ke arah perubahan – perubahan  yang diinginkan dan menilai hingga mana perubahan- perubahan itu telah terjadi pada diri siswa

B.      DASAR-DASAR PENGEMBANGAN KURIKULUM
1.       Kurikulum disusun untuk mewujudkan sistem pendidikan nasional
  1. Kurikulum pada semua jenjang pendidikan dikembangkan dengan pendekatan kemampuan
  2. Kurikulum  harus sesuai dengan ciri khas satuan pendidikan pada masing-masing jenjang pendidikan
4.       Kurikulum pendidikan dasar , menengah dan tinggi dikembangkan atas dasar standar nasional pendidikan
  1. Kurikulum  pada semua jenjang pendidikan dikembangkan secara berdiserfikasi, sesuai dengan kebutuhan potensi, minat peserta didik dan tuntutan pihak-pihak yang memerlukan dan berkepentingan
  2. Kurikulum dikembangkan dengan memperhatikan pembangunan daerah dan nasional keanekaragaman  potensi daerah dan lingkungan
  3. Kurikulum pada semua jenjang pendidikan dikembangkan secara berdiversifikasi, sesuai dengan tuntutan lingkungan dan budaya setempat
  4. Kurikulum pada semua jenjang pendidikan mencakup aspek spiritual keagamaan, intelektualitas, watak konsep diri, keterampilan belajar, kewirausahaan, keterampilan hidup yang berharkat dan bermartabat, pola hidup sehat, estetika dan rasa kebangsaan
C.      Model – Model Pengembangan Kurikulum
1. Model Top Down :     
Pengembangan kurikulum muncul atas inisiatif para pejabat pendidikan atau para administrator atau dari para pemegang kebijakan ( pejabat ) pendidikan seperti Dirjen atau para Kepala Dinas
Prosedur Kerja :
a.       Pembentukan tim pengarah
    Merumuskan konsep dasar, garis-garis kebijakan menyiapkan rumusan falsafah dan tujuan   umum pendidikan
              b. Pembentukan tim atau kelompok kerja untuk menjabarkan kebijakan atau rumusan-rumusan yang telah disusun oleh tim pengarah
c. Tim perumus, menerima hasil penyusunan kurikulum yang telah disusun oleh tim untuk dikaji dan diberi catatan atau revisi

          2. Model Grass-roots
Biasanya diawali dari keresahan guru tentang kurikulum yang berlaku selanjutnya mereka memiliki keinginan untuk memperbarui atau menyempurnakannya. Tugas para administrator dalam pengembangan model ini tidak lagi berperan  seban gai pengembang pengendali akan tetapi hanya sebagai motivator dan fasilitator. Perubahan dan penyempurnaan kurikulum bisa dimulai oleh guru secara individual atau bisa juga oleh kelompok guru.
Di Negara – nega yang menerapkan sstem pendidikan desentralisasi pengembangan model grass roots ini angat mungkin untuk terjadi, sebab kebijakan pendidikan tidak lagi diatur oleh pusat. Akan tetapi penyelenggaraan ditentukan oleh daerah bahkan oleh sekolah. Oleh karena itu untuk memperoleh kualitas lulusan sekolah, bisa jadi persaingan antar sekolah.
Pengembangan model ini hanya dapat dilakukan , apabila guru-guru  di sekolah memiliki kemampuan serta sikap professional yang tinggi yang memahami akan seluk beluk pendidikan,apabila tidak maka akan sangat kecil kemungkinan perubahan itu bisa terjadi.

3. Model Demonstrasi
Pengembangan model ini pada dasarnya datang dari bawah ( grass roots ) semula merupakan suatu upaya inovasi kurikulum dalam skala kecil yang selanjutnya digunakan dalam skala yang lebih luas, tetapi dalam prosesnya sering mendapat tantangan atau ketidaksetujuan dari pihak-pihak tertentu, karena sifatnya Ingin mengubah atau mengganti kurikulum yang ada.
ž  Bentuk ini kurang bersifat formal, Beberapa guru yang merasa kurang puas dengan kurikulum yang ada, mencoba menggunakan hal-hal lain yang berbeda dengan yang berlaku. Dengan kegiatan ini mereka mengharapkan ditemukan kurikulum  atau aspek tertentu  dari kurikulum yang lebih baik, untuk kemudian digunakan di daerah yang lebih luas.
Kebaikan :
ž  Kurikulum disusun dan dilaksanakan  dalam situasi tertentu yang nyata, maka  akan dihasilkan suatu kurikulum atau aspek tertentu dari kurikulum yang lebih praktis.
ž  Perubahan atau penyempurnaan kurikulum  dalam aspek tertentu yang khusus, sedikit sekali untuk dirolak oleh administrator, dibandingkan dengan perubahan dan penyempurnaan yang menyeluruh.
ž  Pengembangan kurikulum dalam skala kecil dapat menembus hambatan yang sering dialami
ž  Bersifat grass roots artinya mmenempatkan guru sebagai pengambil inisiatif dan narasumber yang dapat menjadi pendorong bagi para administrator untuk mengembangkan program baru.
 
Kelemahannya :
ž  Bagi guru yang tidak turut berpartisipasi mereka akan memnerima dengan ragu-ragu. Sampai terjadi apatisme.,

4. Pengembangan Kurikulum Model Tyler,
Model ini lebih bersifat bagaimana merancang suatu kurikulum
ada 4 hal fundamental  :
  1. Menentukan tujuan
Dalam penyusunan suatu kurikulum merumuskan tujauan merupakan lagngkah utama yang harus dikerjakan. Sifat pengembangan kurikulum ada tiga ; discipline oriented artinya penguasaan konseptergambar dalam disiplin ilmu sebagai tujuan utama, Child Oriented, kurikulum yang lebiih berpusat kepada pengembangan pribadi siswa yang berhubungan dengan pengembangan minat dan bakat serta kebutuhan untuk membekali hidupnya
,society oriented lebih memposisikan kurikulum sekolah sebagai alat untuk memperbaikikehidupan masyarakat.
  1. Menentukan pengalaman belajar
Pengalaman belajar adalah segala aktivitas sswa dalam berinteraksi dengan lingkungan. Pengalaman belajar menunjuk kepada aktivitas belajar. Prinsip pengalaman belajar : satu sesuai dengan yujuan, dua, setiap pengalaman belajar harus memuaskan siswa,tiga setiap rancangan pengalaman belajar  dengan melibatkan siswa, empat dalam satu pengalaman belajar dapat mencapau tujuan yang berbeda.
  1. Mengorganisasi pengalaman belajaryaitu
Mengorganisasikan pengalaman belajar bisa dalam benutk unit mata pelajaran atau dalam bentuk program, kriterianya berkesinambungan, urutan isi dan integrasi
  1. Evaluasi
Evaluasi memegang peranan penting, sebab dengan evaluasi dapat ditentukan apakah kurikulum yang digunakan sudah sesuai dengan tujuan atau belum. Ada dua aspek yang harus diperhatikan :
Pertama, evaluasi harus menilai apakah telah terjaadi perubahan tingkah laku siswa sesuai dengan tujuan pendidikan yang telah dirumuskan.
Dua, evaluasi sebaiknya menggunakan lebih dari satu alat penilaian dalam suatu waktu tertentu.             
    
  1. Pengembangan Kurikulum Model Taba
Model ini lebih menitikberatkan kepada bagaimana mengembangkan kurikulum sebagai suatu proses perbaikan dan penyempurnaan kurikulum
ž  5 langkah pengembangan kurikulum model taba :
  1. Menghasilkan unit-unit percobaan (pilot unit ) melalui langkah-langkah :
                a. Mendiagnosis kebutuhan
     b. Memformulasikan tujuan
     c. Memilih isi
     d. Mengorganisasi isi
     e. Memilih pengalaman belajar
     f. mengorganisasi pengalaman belajar
g. Menentukan alat evaluasi
h. Menuji keseimbangan isi kurikulum
2. Menguji coba unit eksperimen untuk memperoleh data dalam rangka menemukan validitas dan kelayakan penggunaannya
3. Merevisi dan mengkonsolidasikan unit-unit eksperimen berdasarkan data yang diperoleh dalam uji coba
4. Mengembangkan keseluruhan kerangka kurikulum
5. Implementasi dan diseminasi kurikulum yang telah teruji
  1.   Pengembangan Kurikulum model Oliva
Menurut Oliva suatu model kurikulum harus bersifat sederhana, komprehensif dan sistematik. Oliva menggambarkan model pengembangan kurikulum dalam 12 komponen yang satu sama lainnya saling berkaitan







Dari bagan diatas , apat dijelaskan , komponen pertama dalam pengemabngan kurikulum adalah perumusan filosofis, sasaran misi serta visi lembaga pendidikan yang kesemuanya bersumber dari analisis kebutuhan siswa, dan analisis kebutuhan masyarakat.
Komponen kedua adalah analisis kebutuhan masyarakat dimana sekolah itu berada, kebutuhan siswa dan urgensi dari disiplin ilmu yang harus diberikan sekolah.
Komponen ketiga dan keempat berisi tentang tujuan umum dan khusus kurikulum yang didasarkan  kepada kebutuhan pada komponen satu dan dua. Sedangkan dalam komponen V adalah bagaimana mengorganisasikan rancangan dn mengimplemantasikan kurikulum.
Komponen VI dan VII mulai menjabarkan kurikulum dalam bentuk perumusan tujuan. Apabila tujuan pembelajaran telah dirumuskan maka selanjutnya menetapkan strategi pembelajaran yang dimungkinkan dapat mencapai tujuan seperti yang terdapat pada komponen VIII. Selanjtnya pengembangan kurikulum dieruskan pada komponen X yaitu mengimplemetasikan strategi pembeljaran.
Menurut olive model yang dikembangkan digunakan dalam beberapa dimensi.Perta untuk penyempurnaan kurikulum sekolah dalam bidang-bidang khusus. Kedua model ini digunakan untuk membuat kepusandalam merancang suatu model program kurikulum

7.        Pengembangan Kurikulum Model Beauchamp
Ada 5 langkah :
1.    Menetapkan wilayah atau area yang akan melakukan perubahan suatu kurikulum
2.    Menetapkan orang-orang yang akan terlibat dalam proses pengembangan kurikulum
3.    Menetapkan prosedur yang akan ditempuh
4. Implementasi kurikulum
5. Melaksanakan evaluasi kurikulum
D. ORGANISASI KURIKULUM
ž  Secara umum terdapat beberapa jenis organisasi kurikulum :
  1. Mata pelajaran terpisah-pisah
     Kurikulum terdiri dari sejumlah mata pelajaran yang terpisah-pisah  yang diajarkan sendiri tanpa ada hubungan  dengan mata pelajaran lainnya.
     Masing-masing diberikan pada waktu tertentu dan tidak mempertimbangkan minat,kebutuhan dan kemampuan siswa, semua materi diberikan sama
ž  2. Mata Pelajaran berkorelasi ( correlated )
Korelasi diadakan sebagai upaya untuk mengurangi kelemahan-kelemahan sebagai akibat pemisahan mata ajaran. Prosedur yang ditempuh adalah menyampaikan pokok-pokok yang saling berkorelasi guna memudahkan siswa memahami pelajaran tertentu
ž  Bidang Study  ( broad field )
Organisasi kurikulum berupa pengumpulan beberapa mata ajar dan sejenis serta memiliki ciri-ciri yang sama dan dikorelasikan dalam satu  bidang pengajaran. Salahsatu mata pelajaran  dapat dijadikan core subject, sedangkan mata  pelajaran lainnya dikorelasikan dengan core tersebut
ž  Program yang Berpusat pada Anak ( Child Centered )
Program Kurikulum yang menitik beratkan pada kegiatan peserta didik bukan pada mata pelajaran
ž  Eclectic Program
Suatu Program yang mencari keseimbangan antara organisasi kurikulum yang terpusat pada mata pelajaran dan peserta didik

III. KESIMPULAN
Banyak model digunakan dalam pengembangan kurikulum. Pemilihan suatu modl pengembangan kurikulum  bukan saja didasarkan atas kebaikan serta kemungkinan pencapaian hasil yang optimal, tetapi juga perlu disesuaikan  dengan system p dan system pengelolaan pendidikan.
Model pengembangan kurikulum, ada  ;
1. Model Top Down :    
2. Model Grass-roots
3. Model Demonstrasi
4. Pengembangan Kurikulum Model Tyler,
5.       Pengembangan Kurikulum Model Taba
6.         Pengembangan Kurikulum model Oliva
7.       Pengembangan kurikulum model Beauchamp’s




PERAN QUALITY TEACHER DALAM PENGEMBANGAN KURIKULUM


BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kurikulum memegang peranan penting dalam pendidikan, sebab berkaitan dengan penentuan arah, isi dan proses pendidikan yang pada akhirnya menentukan macam dan kualifikasi lulusan suatu lembaga pendidikan. Seiring dengan perkembangan jaman dan tuntutan dari masyarakat, maka dunia pendidikan harus melakukan inovasi dalam pendidikan. Inovasi pendidikan akan berjalan dan mencapai sasarannya jika progam pendidikan tersebut dirancang dan di implementasikan sesuai dengan kondisi dan tuntutan jaman.
Sebagai implikasi dari pentingnya inovasi pendidikan menuntut kesadaran tentang peranan guru. Seabagai tenaga professional, guru merupakan  pintu gerbang inovasi sekaligus gerbang menuju pembangunan yang terintegrasi. Hal ini dikarenakan pembangunan dapat terlaksana jika dimulai dari membangun manusianya terlebih dahulu. Tanpa manusia yang cakap, terampil, berpengetahuan, cerdas, kreatif dan bertanggung jawab maka pembangunan yang terintegrasi tidak akan dapat terlaksana dengan baik. Oleh karena itu, setiap guru  dan tenaga kependidikan lain harus memahami kurikulum dengan sebaik- baiknya.
Kurikulum dan pembelajaran merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Sebagai suatu rencana atau program, kurikulum tidak akan bermakna manakala tidak diimplementasikan dalam bentuk pembelajaran. Demikian juga sebaliknya, tanpa kurikulum yang jelas sebagai acuan, maka pembelajaran tidak akan berlangsung secara efektif. Persoalan tentang bagaimana mengembangkan suatu kurikulum, ternyata bukanlah hal yang mudah, serta tidak sesederhana yang kita bayangkan. Dalam skala makro, kurikulum berfungsi sebagai suatu alat dan pedoman untuk mengantar peserta didik sesuai dengan harapan dan cita-cita masyarakat. Oleh karena itu, proses mendesain dan merancang suatu kurikulum mesti memerhatikan sistem nilai (value system) yang berlaku beserta perubahan-perubahan yang terjadi di masyarakat itu.  kurikulum berfungsi mengembangkan seluruh potensi yang dimiliki oleh peserta didik sesuai dengan bakat dan minatnya. Oleh karena itu, proses pengembangannya juga harus memperhatikan segala aspek yang terdapat pada peserta didik. Persoalan-persoalan tersebut yang mendorong begitu kompleksnya proses pengembangan kurikulum. Kurikulum harus secara terus menerus dievaluasi dan dikembangkan agar isi dan muatannya selalu relevan dengan tuntutan masyarakat yang selalu berubah sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
B. Rumusan Masalah
Dalam makalah ini ada beberapa hal yang akan dibahas, yaitu :
  1. Apa yang dimaksud Quality Teacher dalam pengembangan Kurikulum ?
  2. Apa saja aspek yang harus dikembangkan pleh guru ?
  3. Bagaimana peran guru dalam mengembangkan kurikulum ?
C. Tujuan dan Manfaat
  • Tujuan
1.  Memahami peran guru professional dalam pengembangan kurikulum
2.  Memahami aspek-aspek yang harus dipahami dalam pengembangan kurkulum

·         Manfaat
1. Memberikan khasanah wawasan yang lebih luas bagi penulis
2. Memberikan motivasi dalam memberdayakan diri sebagai pendidik profesional








BAB II
PERAN QUALITY TEACHER DALAM MENGEMBANGKAN KURIKULUM
  1. Defenisi Quality Teacher
Guru atau pendidik dalam Pasal 1 Ayat 6 Undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dinyatakan bahwa “Pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator, dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya, serta berpartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan.”.
Selanjutnya pada Pasal 39 ayat 2, dinyatakan bahwa: ”Pendidik merupakan tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, terutama bagi pendidik pada perguruan tinggi”.
Guru yang profesional memiliki beberapa dimensi yakni; kemampuan / kreativitas, rasa tanggung jawab, komitmen, keterbukaan dan orientasi reward yang tinggi. Untuk membentuk dimensi tersebut perlu kemandirian dari seorang guru. Guru perlu mandiri terutama  pada saat berdiri menghadapi siswa  yang beragam baik sifat maupun kemampuannya. Guru pun harus mampu menentukan sesuatu yang menjadi ranah tanggung jawabnya. Penebaran nilai positif yang  dilakukan  secara mandiri  oleh guru kepada anak didiknya akan menjadi modal kemandirian siswa dalam menghadapi dunia nyata  di kelak kemudian hari.
Guru yang mandiri mampu mengembangkan  kreativitas dalam mempersiapkan desain pembelajarannya sebagaimana diungkapkan Shapero bahwa kemandirian sebagai akibat dari  standart kreativitas yang tinggi. Guru yang mandiri pada dasarnya mampu tampil dalam segala cuaca , mampu mengambil sikap dalam situasi sekritis apa pun maka menurut Elliot dan Jacobson dalam Mukhtar penampilan  pribadi yang merupakan factor bahwa seseorang memiliki sikap yang benar – benar mandiri tidak sekedar berbasis pada peraturan yang telah berlaku.
Dikaitkan dengan kepemilikan yang harus ada pada seorang guru berarti: Pertama, guru harus memiliki kepribadian  yang bernilai sebagai  pedoman hidup dan nilai kehidupan yang meliputi sifat pribadinya yang harus baik. Artinya dapat dipercaya  dan dijadikan panutan oleh siswanya. Segala gerak langkah  seorang guru  akan dinilai oleh lingkungan terutama siswa-siswinya. Tentang kedisiplinan , tanggung jawab, sikap,  kecerdasan dan tutur katanya sangat diperhatikan  oleh anak didiknya.
Kedua, guru harus memiliki  tanggung jawab untuk bertindak. Pembuatan seperangkat administrasi pembelajaran merupakan tanggung jawab guru yang mesti dilakukan. Sekali pun guru memiliki  tanggung  jawab untuk bertindak yang berarti terkandung suatu kebebasan  akan tetapi nilai-nilai kehidupan tetap melekat erat pada diri seorang guru. Sehingga tuntutan tugas  dari pengabdian seorang guru sering  berlawanan. Misalnya, dalam bekerja hendaknya santai namun harus selesai dan tuntas,  antara konflik pribadi namun tetap harus  rukun baik dengan siswa, rekan seprofesi maupun  terhadap atasan, dan bebas dalam menentukan langkah namun penuh tanggung jawab.
Ketiga, guru harus memiliki semangat yang tinggi dalam bekerja. Dalam melaksanakan panggilan jiwanya sebagai pendidik, guru memang harus rela berkorban demi kemajuan dan peradaban siswanya. Apabila guru bekerja hanya semata-mata mengharapkan  adanya penghasilan ( reward ) maka segala gerak  dan langkahnya akan diperhitungkan  berdasarkan pendapatan yang akan diterimanya.
Akibat dari guru yang demikian ini siswa akan terbengkelai, tidak melakukan proses  pembelajaran yang memadai. Sebaliknya, guru yang diharapkan  adalah  guru yang dalam melakukan tugasnya  didasarkan  atas motivasi yang tinggi, ikhlas mengabdi, semangat yang tinggi dan mandiri. Guru yang demikian inilah sesungguhnya guru ideal.
Keempat, guru harus memilki jiwa  pendidik dan membekali  diri sebagai guru yang terdidik. Artinya memahami bahwa  melaksanakan tugas  sebagai guru mengandung  tantangan yang tidak sederhana. Di satu sisi  harus  menerima  siswa  apa  adanya di sisi lain harus mampu menyelami alam pikiran siswa. Artinya guru hendaknya sanggup bersikap empatik, pencetus ide, menuntun dan memberikan semangat kepada siswa untuk berkembang lebih jauh  melakukan sesuatu yang baru dan memberikan semangat kepada setiap siswa tanpa terpaku pada  tarap kemampuan intelektual atau tingkat motivasi belajarnya. Guru  yang  mandiri akan tampil menyenangkan siswa karena  ia kreatif dalam mencetuskan ide-ide baru.
Kelima, guru harus memiliki ilmu kependidikan. Dikaitkan dengan keberhasilan siswa dalam belajar, keberhasilan proses pembelajaran  dipengaruhi oleh kepiawaian seorang tenaga pengajar. Efektivitas guru dan cara guru menopang usaha belajar siswa inilah yang diharapkan tampak pada siswa.
B. Definisi dari Pengembangan Kurikulum
Pada dasarnya pengembangan kurikulum adalah mengarahkan kurikulum sekarang ke tujuan pendidikan yang diharapkan karana adanya berbagai pengaruh yang sifatnya positif yang datangnya dari luar atau dari dalam sendiri dengan harapan agar peserta didik dapat menghadapi masa depannya dengan baik.
Berikut ini adalah beberapa karakteristik dalam pengembangan kurikulum:
  1. Rencana kurikulum harus dikembangkan dengan tujuan (goals dan general objectifes) yang jelas.
  2. Suatu progam atau kegiatan yang dilaksanakan di sekolah merupakan bagian dari kurikulum yang dirancang selaras dengan prosedur pengembangan kurikulum.
  3. Rencana kurikulum yang baik dapat menghasilkan terjadinya proses belajar yang baik karena berdasarkan kebutuhan dan minat siswa.
  4. Rencana kurikulum harus mengenalkan dan mendorong difersitas diantara para pelajar.
  5. Rencana kurikulum harus menyiapkan semua aspek situasi belajar mengajar, seperti tujuan konten, aktifitas, sumber, alat pengukuran, penjadwalan, dan fasilitas yang menunjang.
  6. Rencana kurikulum harus dikembangkan dengan karakteristik siswa pengguna.
  7. The subject Arm Approach adalah pendekatan kurikulum yang banyak di gunakan di sekolah.
  8. Rencana kurikulum harus memberikan fleksibilitas untuk memungkinkan terjadinya perencanaan guru – siswa .
  9. Rencana kurikulum harus memberikan fleksibilitas yang memungkinkan masuknya ide-ide spontan selama terjadinya interaksi antara guru dan siswa dalam situasi belajar yang khusus.
  10. Rencana kurikulum sebaiknya merefleksikan keseimbangan antara kognitif,  afektif, dan psikomotorik.
Beauchamp mengemukakan lima prinsip dalam pengembangan teori kurikulum yaitu, ( Ibrahim, 2006 ) :
  1. Setiap teori kurikulum harus dimulai dengn perumusan tentang rangkaian kejadian yang dicakupnya.
  2. Setiap teori kurikulum harus mempunyai kejelasan tentang nilai – nilai dan sumber-sumber yang menjadi titik tolaknya.
  3. Setiap teori kurikulum perlu menjelaskan karakteristik desain kurikulumnya.
  4. Setiap teori kurikulum harus menggambarkan proses-proses penentuan kurikulum serta interaksi diantara proses tersebut.
  5. Setiap teori kurikulum hendaknya mempersiapkan ruang untuk dilakukannya proses penyempurnaan.
Pada akhirnya, berbagai factor di atas mempunyai factor yang signifikan terhadap pembuatan keputusan kurikulum.
C. Kerangka Pengembangan Kurikulum
Pengembanagnn kurikulum harus mengacu pada sebuah kerangka umum, yang berisikan hal – hal yang diperlukan dalam pembuatan keputusan.
  1. Asumsi
Asumsi yang digunakan dalam pengembangan kurikulum ini menekankan pada keharusan pengembangan kurikulum yang telah terkonsep dan diinterpretasikan dengan cermat, sehingga upaya-upaya yang terbatas dalam reformasi pendidikan, kurikulum yang tidak berimbang, daninovasi jangka pendek dapat di hindarkan.
Dalam konteks ini, kurikulum didefisinisikan sebagai suatu rencana untuk mencapai hasil- hasil yang diharapkan, atau dengan kata lain suatu rencana mengenai tujuan, hal yang dipelajari, dan hasil pembelajaran. Dengan demikian, kurikulum teridiri atas beberapa komponen, yaitu hasil belajar dan struktur ( sekuens berbagai kegiatan belajar ).
Tujuan pengembangan kurikulum
Istilah yang digunakan untuk menyatakan tujuan pengembangan kurikulum adalah goals dan objectives. Tujuan sebagai goals dinyatakan dalam rumusan yang lebih abstrak dan bersifat umum, dan pencapaianya relative dalam jangka panjang. Adapun tujuan sebagai objectives lebih bersifat khusus, operasional, dan pencapaianya dalam jangka pendek.
Aspek tujuan, baik yang dinyatakan dalam goals maupun objectives memainkan peran yang sangat penting dalam pengembangan kurikulum. Tujuan berfungsi untuk menentukan arah seluruh upaya kependidikan sekolah sekaligus  menstimulasi kualitas yang diharapkan. Tujuan pendidikan pada umumnya berdasarkan pada filsafat yang dianut atau yang mendasari pendidikan tersebut.
Penilaian kebutuhan
Kebutuhan merupakan hal  yang pokok dalam perencanaan ( Unruh dan Unruh, 1984 ). Dalam kaitanya dengan pengembangan kurikulum dan pembelajaran, kebutuhan didefinisikan sebagai perbedaan antara keadaan actual dan keadaan ideal yang dicita-citakan. Penilaian kebutuhan adalah prosedur, baik secara terstruktur maupun informal, untuk mengidentifikasi kesenjangan antara situasi “ di sini dan sekarang “ dengan tujuan yang di harapkan.
Konten kurikulum
Berkaitan dengan konten kurikulum ini, Unruh (1984) hanya membahas enam bidang konten kurikulum akademik untuk jenjang pendidikan dasar, yaitu Bahasa Indonesia, Matematika, Sains (IPA), Studi Sosial (IPS), Bahasa Asing dan Seni. Meskipun demikian, hendaknya kurikulum juga memberikan ruang bagi pelajaran lain selain keenam bidang konten tersebut antara lain pendidikan jasmani dan kesehatan, pendidikan agama dan berbagai pelajaran keterampilan lain yang dibutuhkan siswa.
Sumber materi kurikulum
Materi kurikulum dapat diperoleh dari buku-buku teks, buku petunjuk bagi guru, pusat pendidikan guru, kantor konsultan kurikulum, departemen pendidikan dan agen pelayanan pendidikan lainnya.
Implementasi kurikulum
Sebuah kurikulum yang telah dikembangkan tidak akan berarti jika tidak diimplementasikan, dalam arti digunakan di sekolah dan di kelas. Keberhasilan implementasi terutama ditentukan oleh aspek perencanaan dan strategi implementasinya. Pada prinsipnya, implementasi ini mengintegrasikan aspek-aspek filosofis, tujuan, subject matter, strategi mengajar dan kegiatan belajar, serta evaluasi dan feedback.
Evaluasi kurikulum
Evaluasi adalah suatu proses interaksi, deskripsi dan pertimbangan (judgment) untuk menemukan hakikat dan nilai dari suatu hal yang dievaluasi, dalam hal ini yaitu kurikulum. Evaluasi kurikulum sebenarnya dimaksudkan untuk memperbaiki substansi kurikulum, prosedur implementasi, metode instruksional, serta pengaruhnya pada belajar dan perilaku siswa.
Keadaan di masa mendatang
Pesatnya perubahan dalam kehidupan social, ekonomi, teknologi, politik serta berbagai peristiwa lainnya memaksa kita semua berfikir dan merespon setiap perubahan yang terjadi. Dalam pemngembangan kurikulum, pandangan dan kecenderungan pada kehidupan masa datang sudah menjadi hal yang urgen. Setiap rencana pengembangan kurikulum harus memasukkan pertimbangan kehidupan di masa depan, serta implikasinya pada perencanaan kurikulum.
D. Peranan Guru dalam Pengembangan Kurikulum
Kurikulum memiliki dua sisi yang sama pentingnya yakni kurikulum sebagai dokumen dan kurikulum sebagai implementasinya. Sebagai sebuah dokumen kurikulum berfungsi sebagai pedoman bagi guru dan kurikulum sebagai implementasi adalah realisasi dari pedoman tersebut dalam kegiatan pembelajaran. Guru merupakan salah satu faktor penting dalam implementasi kurikulum. Bagaimanapun idealnya suatu kurikulum tanpa ditunjang oleh kemampuan guru untuk mengimplementasikannya, maka kurikulum itu tidak akan bermakna sebagai suatu alat pendidikan, dan sebaliknya pembelajaran tanpa kurikulum sebagai pedoman tidak akan efektif. Dengan demikian peran guru dalam hal ini adalah sebagai posisi kunci dan dalam pengembangnnya guru lebih berperan banyak dalam tataran kelas.
Murray Printr mencatat peran guru dalam level ini adalah sebagai berikut[7] :
Pertama, sebagai implementers, guru berperan untuk mengaplikasikan kurikulum yang sudah ada. Dalam melaksanakan perannya guru hanya menerima berbagai kebijakan perumus kurikulum.dalam pengembangan kurikulum guru dianggap sebagai tenaga teknis yang hanya bertanggung jawab dalam mengimplementasikan berbagai ketentuan yang ada. Akibatnya kurikulum bersifat seragam antar daerah yang satu dengan daerah yang lain. Oleh karena itu guru hanya sekadar pelaksana kurikulum, maka tingkat kreatifitas dan inovasi guru dalam merekayasa pembelajaran sangat lemah. Guru tidak terpacu untuk melakukan berbagai pembaruan. Mengajar dianggapnya bukan sebagai pekerjaan profesional, tetapi sebagai tugas rutin atau tugas keseharian.
Kedua, peran guru sebagai adapters, lebih dari hanya sebagai pelaksana kurikulum, akan tetapi juga sebagai penyelaras kurikulum dengan karakteristik dan kebutuhan siswa dan kebutuhan daerah. Guru diberi kewenangan untuk menyesuaikan kurikulum yang sudah ada dengan karakteristik sekolah dan kebutuhan lokal. Hal ini sangat tepat dengan kebijakan KTSP dimana para perancang kurikulum hanya menentukan standat isi sebagai standar minimal yang harus dicapai, bagaimana implementasinya, kapan waktu pelaksanaannya, dan hal-hal teknis lainnya seluruhnya ditentukan oleh guru. Dengan demikian, peran guru sebagai adapters lebih luas dibandingkan dengan peran guru sebagai implementers.
Ketiga, peran sebagai pengembang kurikulum, guru memiliki kewenganan dalam mendesain sebuah kurikulum. Guru bukan saja dapat menentukan tujuan dan isi pelajaran yang disampaikan, akan tetapi juga dapat menentukan strategi apa yang harus dikembangkan serta bagaimana mengukur keberhasilannya. Sebagai pengembang kurikulum sepenuhnya guru dapat menyusun kurikulum sesuai dengan karakteristik, visi dan misi sekolah, serta sesuai dengan pengalaman belajar yang dibutuhkan siswa.
Keempat, adalah peran guru sebagai peneliti kurikulum (curriculum researcher). Peran ini dilaksanakan sebagai bagian dari tugas profesional guru yang memiliki tanggung jawab dalam meningkatkan kinerjanya sebagai guru. Dalam melaksanakan perannya sebagai peneliti, guru memiliki tanggung jawab untuk menguji berbagai komponen kurikulum, misalnya menguji bahan-bahan kurikulum, menguji efektifitas program, menguji strategi dan model pembelajaran dan lain sebagainya termasuk mengumpulkan data tentang keberhasilan siswa mencapai target kurikulum. Metode yang digunakan oleh guru dalam meneliti kurikulum adalah PTK dan Lesson Study.
Penelitian Tindakan Kelas (PTK) adalah metode penelitian yang berangkat dari masalah yang dihadapi guru dalam implementasi kurikulum. Melalui PTK, guru berinisiatif melakukan penelitian sekaligus melaksanakan tindakan untuk memecahkan masalah yang dihadapi. Dengan demikian, dengan PTK bukan saja dapat menambah wawasan guru dalam melaksanakan tugas profesionalnya, akan tetapi secara terus menerus guru dapat meningkatkan kualitas kinerjanya.
Sedangkan lesson study adalah kegiatan yang dilakukan oleh seorang guru/ sekelompok guru yang bekerja sama dengan orang lain (dosen, guru mata pelajaran yang sama/guru satu tingkat kelas yang sama, atau guru lainya), merancang kegiatan untuk meningkatkan mutu belajar siswa dari pembelajaran yang dilakukan oleh salah seorang guru dari perencanaan pembelajaran yang dirancang bersama/sendiri, kemudian di observasi oleh teman guru yang lain dan setelah itu mereka melakukan refleksi bersama atas hasil pengamatan yang baru saja dilakukan. (Ridwan Johawarman, dalam Sumardi, 2009).
Dilihat dari segi pengelolaannya, pengembangan kurikulum dapat dibedakan antara yang bersifat sentralisasi, desentralisasi, sentral desentral
1. Peranan Guru dalam Pengembangan Kurikulum yang Bersifat Sentralisasi
Dalam kurikulum yang bersifat sentralisasi, guru tidak mempunyai peranan dan evaluasi kurikulum yang bersifat makro, mereka lebih berperan dalam kurikulum mikro. Kurikulum  makro disusun oleh tim khusus yang terdiri atas para ahli. Penyusunan kurikulum mikro dijabarkan dari kurikulum makro. Guru menyusun kurikulum dalam bidangnya untuk jangka waktu satu tahun, satu semester, beberapa minggu, atau beberapa hari saja.
Kurikulum untuk satu tahun disebut prota, dan kurikulum untuk  satu semester disebut dengan promes. Sedangkan kurikulum untuk beberapa minggu, beberapa hari disebut Rencana Pembelajaran. Program tahunan, program semester ataupun rencana pembelajaran memiliki komponen-komponen yang sama yaitu tujuan, bahan pelajaran, metode dan media pembelajaran dan evaluasi hanya keluasan dan kedalamannya berbeda-beda. Tugas guru adalah menyusun dan merumuskan tujuan yang tepat memilih dan menyusun bahan pelajaran yang sesuai dengan kebutuhan, minat dan tahap perkembangan anak, memilih metode dan media mengajar yang bervariasi serta menyusun metode dan alat yang tepat. Suatu kurikulum yang tersusun secara sistematis dan rinci akan sangat memudahkan guru dalam implementasinya. Walaupun kurikulum sudah tersusun dengan terstruktur, tapi guru masih mempunyai tugas untuk mengadakan penyempurnaan dan penyesuaian-penyesuaian.
Implementasi kurikulum hampir seluruhnya bergantung pada kreatifitas, kecakapan, kesungguhan dan ketekunan guru. Guru juga berkewajiban untuk menjelaskan kepada para siswanya tentang apa yang akan dicapai dengan pengajarannya, membangkitkan motivasi belajar, menciptakan situasi kompetitif dan kooperatif serta memberikan pengarahan dan bimbingan.
2. Peranan Guru dalam Pengembangan Kurikulum yang Bersifat Desentralisasi
kurikulum desentralisasi disusun oleh sekolah ataupun kelompok sekolah tertentu dalam suatu wilayah atau daerah. Kurikulum ini diperuntukan bagi suatu sekolah ataupun lingkungan wilayah tertentu. Pengembangan kurikulum semacam ini didasarkan oleh atas karakteristik, kebutuhan, perkembangan daerah serta kemampuan sekolah-sekolah tersebut. Dengan demikian, isi daripada kurikulum sangat beragam, tiap sekolah atau wilayah mempunyai kurikulum sendiri tetapi kurikulum ini cukup realistis.
Bentuk kurikulum ini mempunyai kelebihan dan kekurangan. Kelebihannya antara lain : pertama, kurikulum sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan masyarakat setempat. Kedua, kurikulum sesuai dengan tingkat dan kemampuan sekolah baik kemampuan profesional, finansial dan manajerial. Ketiga, disusun oleh guru-guru sendiri dengan demikian sangat memudahkan dalam pelaksanaannya. Keempat, ada motivasi kepada sekolah (kepala sekolah, guru), untuk mengembangkan diri, mencari dan menciptakan kurikulum yang sebaik-baiknya, dengan demikian akan terjadi semacam kompetisi dalam pengembangan kurikulum.
Beberapa kelemahan kurikulum ini adalah: 1) tidak adanya keseragaman untuk situasi yang membutuhkan keseragaman demi persatuan dan kesatuan nasional, bentuk ini kurang tepat. 2) tidak adanya standart penilaian yang sama sehingga sukar untuk diperbandingkannya keadaan dan kemajuan suatu sekolah/ wilayah dengan sekolah/ wilayah lainnya. 3) adanya kesulitan bila terjadi perpindahan siswa kesekolah/ wilayah lain. 4) sukar untuk mengadakan pegelolaan dan penilaian secara nasional.5) belum semua sekolah/ daerah mempunyai kesiapan untuk menyusun dan mengembangkan kurikulum sendiri.
3. Peranan Guru dalam Pengembangan Kurikulum yang Bersifat Sentral- Desentral
Untuk mengatasi kelemahan kedua bentuk kurikulum tersebut, bentuk campuran antara keduanya dapat digunakan yaitu bentuk sentral-desentral. Dalam kurikulum yang dikelola secara sentralisasi-desentralisasi mempunyai batas-batas tertentu juga, peranan guru dalam dalam pengembangan kurikulum lebih besar dibandingkan dengan yang dikelola secara sentralisasi. Guru-guru turut berpartisipasi, bukan hanya dalam penjabaraban kurikulum induk ke dalam program tahunan/ semester/ atau rencana pembelajaran, tetapi juga di dalam menyusun kurikulum yang menyeluruh untuk sekolahnya. Guru-guru turut memberi andil dalm merumuskan dalam setiap komponen dan unsur dari kurikulum. Dalam kegiatan yang seperti itu, mereka mempunyai perasaan turut memilki kurikulum dan terdorong untuk mengembangkan pengetahuan dan kemampuan dirinya dalam pengembangan kurikulum.
Karena guru-guru sejak awal penyusunan kurikulum telah diikutsertakan, mereka memahami dan benar-benar menguasai kurikulumnya, dengan demikian pelaksanaan kurikulum di dalam kelas akan lebih tepat dan lancar. Guru bukan hanya berperan sebagi pengguna, tetapi perencana, pemikir, penyusun, pengembang dan juga pelaksana dan evaluator kurikulum.



BAB III
KESIMPULAN

Pengembangan kurikulum adalah mengarahkan kurikulum sekarang ke tujuan pendidikan yang diharapkan karana adanya berbagai pengaruh yang sifatnya positif yang datangnya dari luar atau dari dalam sendiri dengan harapan agar peserta didik dapat menghadapi masa depannya dengan baik. Pengembanagnn kurikulum harus mengacu pada sebuah kerangka umum, yang berisikan hal – hal yang diperlukan dalam pembuatan keputusan yang meliputi asumsi, tujuan pengembangan kurikulum, penilaian kebutuhan, konten kurikulum, sumber materi kurikulum, implementasi kurikulum, evaluasi kurikulum dan keadaan di masa mendatang.
Sumber Daya Manusia (SDM) pengembangan kurikulum adalah kemampuan terpadu dari daya piker dan daya fisik yang dimiliki oleh setiap pengembang kurikulum dari tingkat pusat sampai tingkat daerah. Sumber daya manusia tersebut terdiri atas berbagai pakar ilmu pendidikan, administrator pendidikan, guru, ilmuwan, orang tua, siswa, dan tokoh masyarakat. Guru merupakan salah satu faktor penting dalam implementasi kurikulum. Bagaimanapun idealnya suatu kurikulum tanpa ditunjang oleh kemampuan guru untuk mengimplementasikannya, maka kurikulum itu tidak akan bermakna sebagai suatu alat pendidikan, dan sebaliknya pembelajaran tanpa kurikulum sebagai pedoman tidak akan efektif. Dari uraian makalah di atas, telah memberikan gambaran kepada kita bahwa guru memegang peranan yang penting dalam pengembangan kurikulum.





DAFTAR PUSTAKA
Hamalik, Oemar. Prof. DR. 2006. Pendidikan Guru Berdasarkan Pendekatan Kompetensi. Jakarta: PT. Bumi Aksara
Hamalik, Oemar. Prof. DR. 2007. Dasar – Dasar Pengembangan Kurikulum. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Sukmadinata, Nana Syaodih. Prof. DR. 2007. Pengembangan Kurikulum Teori Dan Prakatek. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Sanjaya, Wina. DR.M.Pd.2006. Pembelajaran Dalam Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi. Jakarta: Kencana
Khaeruddin, Drs. MA, Dkk. 2007. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) Konsep Dan Implementasinya Di Madrasah. Semarang: Pilar Media
Hamalik, Oemar. Prof. DR. 2007. Proses  Belajar  Mengajar. Jakarta : Bumi Aksara
Dakir, Drs. 2004. Perencanaan Dan Pengembangan Kurikulum. Jakarta: Renika Cipta .
Nasution, Prof. 1982  Asas-asas Kurikulum. Bandung : Jemmars.