Masalah
pokok pendidikan yang dialami di Indonesia adalah:
1.
Kualitas pendidikan
Misalnya:- Mutu guru yang masih rendah terdapat di
semua jenjang pendidikan.
-
Alat bantu proses belajar mengajar belum memadai.
-
Tidak meratanya lulusan yang dihasilkan untuk semua jenjang pendidikan.
Untuk
mengatasinya:- Meningkatkan
anggaran untuk pendidikan.
-
Meningkatkan efisiensi pendidikan.
2.
Relevansi pendidikan
Relevansi
pendidikan merupakan kesesuaian antara pendidikan dengan perkembangan di
masyarakat.
Misalnya:- Lembaga pendidikan tidak dapat mencetak
lulusan yang siap pakai.
-Tidak adanya kesesuaian antara output
(lulusan) pendidikan dengan tuntutan perkembangan ekonomi.
Untuk
mengatasinya:- Membuat kurikulum
yang sesuai dengan perkembangan dunia usaha
-
Mengganti kurikulum yang sudah tidak sesuai dengan tuntutan zaman.
3.
Elitisme
Adalah kecenderungan penyelenggaraan
pendidikan oleh pemerintah yang menguntungkan kelompok minoritas yang justru
mampu ditinjau secara ekonomi.
Misalnya:- Kepincangan pemberian subsidi.
-
Mahalnya pendidikan yang mengakibatkan hanya bisa dienyam oleh orang yang
kaya.
Untuk
mengatasinya:- Subsidi silang.
-
Pemberian beasiswa kepada yang tidak mampu.
4.
Manajemen pendidikan
Misalnya:- Masalah pengelolaan sekolah.
-
Lembaga pendidikan dibentuk berdasarkan fungsi dan peranan pendidikan yang
sudah ketinggalan jaman.
Untuk
mengatasinya:- Sistem pendidikan
nasional (Sisdikanas) perlu ditata kembali.
5.
Pemerataan pendidikan
Misalnya:- Biaya pendidikan yang mahal membuat
siswa putus sekolah atau tidak melanjutkan.
Untuk
mengatasinya:- Menggratiskan
sekolah dalam wajib belajar 9 tahun.
-
Menekankan pentingnya sekolah.
KEBIJAKAN PENDIDIKAN
Pada awal
Repelita I terdapat ketidakseimbangan yang antara lain meliputi:
-
Ketidakseimbangan antara jumlah penduduk usia sekolah dengan jumlah
fasilitasnya.
-
Ketidakseimbangan antara bidang pendidikan dengan kebutuhan tenaga kerja.
-
Ketidakseimbangan antara jumlah SD, SMP, SMA dan perguruan tinggi.
Selain
ketidakseimbangan itu masih ada masalah lain seperti:
- Banyaknya
buta aksara dan angka
- Banyaknya
siswa yang drop out.
- Rendahnya
kualitas hasil pendidikan.
- Kurangnya
tenaga pengajar.
- Dalam
administrasi pendidikan masih terjadi kecurangan.
Dalam
Repelita II, masalah yang timbul antara lain:
-
Masalah yang berkaitan dengan pengembangan sistem pendidikan.
-
Pemeliharaan dan peningkatan mutu pendidikan.
-
Perluasan mutu pendidikan pada semua tingkat.
-
Perluasan kesempatan belajar.
-
Pengembangan sistem penyajian.
-
Pendidikan non-formal (di luar sekolah).
-
Pembinaan generasi muda.
-
Pengembangan sistem informasi.
-
Pengarahan penggunaan sumber pembiayaan.
Kebijakan
yang ditetapkan pemerintah pada Repelita I meliputi:
Repelita I:-
Program pendidikan secara horisontal lebih diarahkan kepada
kebutuhan-kebutuhan pendidikan dan latihan untuk sektor-sektor pembangunan
yang diprioritaskan.
-
Program pendidikan secara vertikal diarahkan kepada perbaikan keseimbangan
dengan menitikberatkan kepada tingkat pendidikan menengah.
Program-progam
tersebut meliputi:
-
Program Peningkatan Mutu Pendidikan Sekolah Dasar
-
Program Penambahan Pendidikan Kejuruan pada Sekolah Lanjutan Umum
-
Program Peningkatan Pendidikan Teknik dan Kejuruan
-
Program Peningkatan Pendidikan Guru
-
Program Pendidikan Masyarakat dan Orang Dewasa
-
Program Pengembangan Pendidikan
-
Program Pembinaan Kebudayaan dan Olahraga
-
Program Pendidikan Latihan Institusional
-
Program Peningkatan Penelitian
Repelita II:-
Pemerataan dalam memperoleh kesempatan
pendidikan.
Repelita III:-
Menyediakan fasilitas belajar pada
pendidikan dasar bagi anak berumur 7-12 tahun
-
Menampung lulusan pada tingkat
pendidikan yang lebih tinggi.
Repelita IV:-
Memprogramkan tiga kebijaksanaan umum dalam pembangunan bidang pendidikan
nasional yang meliputi: pendidikan seumur hidup, pendidikan semesta
menyeluruh dan terpadu serta kebijaksanaan untuk membina kemajuan adat,
budaya dan persatuan
Repelita V:-
Memperbaiki sistem dan multi
pendidikan dalam keseluruhan unsur, jenis, jalur, dan jenjangnya.
-
Meningkatan mutu kurikulum, silabus,
tenaga pengajar, pelatih, metode dan sarana pengajaran.
-
Meningkatkan pembudayaan nilai-nilai
Pancasila dalam rangka mewujudkan manusia-manusia pembangunan yang dapat
membangun dirinya sendiri serta bersama-sama bertanggungjawab atas
pembangunan bangsa.
-
Meningkatkan mutu pendidikan.
-
Meningkatkan partisipasi masyarakat
dalam penyelenggaraan pendidikan.
-
Menata kembali sistem pendidikan guru
dan tenaga pendidikan lainnya.
-
Melaksanakan penelitian dan
pengembangan pendidikan dan kebudayaan agar dapat menghasilkan
gagasan-gagasan baru yang berorientasi pada penyempurnaan sistem pendidikan
yang efisien.
-
Penyeragaman mutu pendidikan melalui
pengembangan institusi dan sistem pengujian untuk semua jenis dan jenjang
pendidikan, agar dapat diupayakan standarisasi mutu pendidikan baik secara
regional maupun nasional.
KEBIJAKAN PENDIDIKAN PROGRAM PENDIDIKAN NASIONAL TAHUN
2000-2004
Masalah
pendidikan yang menonjol saat ini yaitu:
- Masih
rendahnya pemerataan memperoleh pendidikan.
- Masih
rendahnya kualitas dan relevansi pendidikan.
- Masih
lemahnya manajemen pendidikan
- Belum
terwujudnya kemandirian dan keunggulan Iptek di kalangan akademisi.
Kebijakan
yang diamanatkan GBHN 1999-2004 antara lain:
- Mengupayakan perluasan dan pemerataan
kesempatan memperoleh pendidikan yang bermutu tinggi bagi seluruh rakyat
Indonesia menuju terciptanya manusia Indonesia berkualitas dengan peningkatan
anggaran yang berarti.
- Meningkatkan kemampuan akademik dan
profesional serta meningkatkan jaminan kesejahteraan tenaga kependidikan
sehingga tenaga pendidik mampu berfungsi secara optimal terutama dalam
peningkatan pendidikan watak dan budi pekerti agar dapat mengembalikan wibawa
lembaga dan tenaga kependidikan.
- Melakukan pembaharuan sistem pendidikan
termasuk pembaharuan kurikulum berupa diversifikasi peserta didik. Kurikulum
yang berlaku secara nasional dan lokal sesuai dengan kepentingan setempat,
serta diversifikasi jenis pendidikan secara profesional.
- Memberdayakan lembaga pendidikan baik
sekolah maupun luar sekolah sebagai pusat pembudayaan nilai, sikap dan
kemampuan, serta meningkatkan partisipasi keluarga dan masyarakat yang
didukung oleh semua sarana dan prasarana yang memadai.
- Mendukung pembaruan dan pemantapan sistem
pendidikan nasional berdasarkan prinsip disentralisasi, otonomi keilmuan, dan
manajemen.
- Meningkatkan kualitas lembaga pendidikan
yang diselenggarakan baik oleh masyarakat maupun pemerintah untuk memantapkan
sistem pendidikan yang efektif dan efisien dalam menghadapi perkembangan ilmu
pengetahuan, teknologi dan seni.
- Mengembangkan kualitas sumber daya manusia
sedini mungkin secara terarah, terpadu dan menyeluruh melalui berbagai upaya
proaktif dan reaktif oleh seluruh komponen bangsa agar generasi muda dapat
berkembang secara optimal disertai dengan hak dukungan dan lingkungan sesuai
dengan potensinya.
- Meningkatkan penguasaan, pengembangan dan
pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi bangsa sendiri dalam dunia usaha,
terutama usaha kecil, menengah dan koperasi guna meningkatkan daya saing
produk yang berbasis sumber daya lokal.
Sumber: Munib, Achmad. 2009. Pengantar Ilmu Pendidikan. Semarang:
Unnes Press
Pendidikan
merupakan suatu lembaga untuk memenuhi kebutuhan dan juga merespon
prubahan yang ada di lingkungan . Tuntutan akan lulusan lembaga
pendidikan yang bermutu semakin mendesak karena semakin ketatnya persaingan dalam
lapangan kerja. Salah satu implikasi globalisasi dalam pendidikan yaitu adanya
deregulasi yang membuka peluang lembaga pendidikan ( termasuk perguruan tinggi
asing) membuka sekolahnya di Indonesia. Oleh karena itu persaingan di pasar
kerja akan semakin berat.
Mengantisipasi perubahan-perubahan yang
begitu cepat serta tantangan yang semakin besar dan kompleks, tiada jalan lain
bagi pemerintah dalam fungsinya sebagai penyelenggara pembangunan di bidang
pendidikan dan lembaga-lembaga pendidikan untuk mengupayakan segala cara untuk
meningkatkan daya saing lulusan serta produk-produk akademik lainnya, yang
antara lain dicapai melalui peningkatan mutu pendidikan.
II. Bahasan
A.Apa
yang dimaksud dengan pengembangan kurikulum ?
Menurut Audrey Nicholls dan S. Howard
Nichools :
The planning of learning
opportunities intended to bring about certain desered in pupils, and assessment of the extent to wich these
changes have taken place
Learning opportunies mengandung arti sebagai
Perencanaan kesempatan-kesempatan
belajar yang dimaksudkan untuk membawa
siswa ke arah perubahan – perubahan
yang diinginkan dan menilai hingga mana perubahan- perubahan itu telah
terjadi pada diri siswa
B.DASAR-DASAR
PENGEMBANGAN KURIKULUM
1.Kurikulum
disusun untuk mewujudkan sistem pendidikan nasional
Kurikulum pada semua jenjang pendidikan
dikembangkan dengan pendekatan kemampuan
Kurikulum
harus sesuai dengan ciri khas satuan pendidikan pada masing-masing
jenjang pendidikan
4.Kurikulum
pendidikan dasar , menengah dan tinggi dikembangkan atas dasar standar nasional
pendidikan
Kurikulum
pada semua jenjang pendidikan dikembangkan secara berdiserfikasi,
sesuai dengan kebutuhan potensi, minat peserta didik dan tuntutan
pihak-pihak yang memerlukan dan berkepentingan
Kurikulum dikembangkan dengan memperhatikan
pembangunan daerah dan nasional keanekaragaman potensi daerah dan lingkungan
Kurikulum pada semua jenjang pendidikan
dikembangkan secara berdiversifikasi, sesuai dengan tuntutan lingkungan
dan budaya setempat
Kurikulum pada semua jenjang pendidikan mencakup
aspek spiritual keagamaan, intelektualitas, watak konsep diri,
keterampilan belajar, kewirausahaan, keterampilan hidup yang berharkat dan
bermartabat, pola hidup sehat, estetika dan rasa kebangsaan
C.Model
– Model Pengembangan Kurikulum
1. Model Top Down :
Pengembangan kurikulum muncul atas inisiatif para pejabat pendidikan atau
para administrator atau dari para pemegang kebijakan ( pejabat ) pendidikan
seperti Dirjen atau para Kepala Dinas
Prosedur Kerja :
a.Pembentukan
tim pengarah
Merumuskan
konsep dasar, garis-garis kebijakan menyiapkan rumusan falsafah dan tujuan umum pendidikan
b. Pembentukan tim atau kelompok kerja untuk menjabarkan kebijakan atau
rumusan-rumusan yang telah disusun oleh tim pengarah
c. Tim perumus, menerima hasil penyusunan kurikulum yang telah disusun
oleh tim untuk dikaji dan diberi catatan atau revisi
2. Model Grass-roots
Biasanya diawali dari keresahan guru tentang kurikulum yang berlaku
selanjutnya mereka memiliki keinginan untuk memperbarui atau menyempurnakannya.
Tugas para administrator dalam pengembangan model ini tidak lagi berperan seban gai pengembang pengendali akan tetapi
hanya sebagai motivator dan fasilitator. Perubahan dan penyempurnaan kurikulum
bisa dimulai oleh guru secara individual atau bisa juga oleh kelompok guru.
Di Negara – nega yang menerapkan sstem pendidikan desentralisasi
pengembangan model grass roots ini angat mungkin untuk terjadi, sebab kebijakan
pendidikan tidak lagi diatur oleh pusat. Akan tetapi penyelenggaraan ditentukan
oleh daerah bahkan oleh sekolah. Oleh karena itu untuk memperoleh kualitas
lulusan sekolah, bisa jadi persaingan antar sekolah.
Pengembangan model ini hanya dapat dilakukan , apabila guru-guru di sekolah memiliki kemampuan serta sikap
professional yang tinggi yang memahami akan seluk beluk pendidikan,apabila
tidak maka akan sangat kecil kemungkinan perubahan itu bisa terjadi.
3. Model Demonstrasi
Pengembangan
model ini pada dasarnya datang dari bawah ( grass roots ) semula merupakan
suatu upaya inovasi kurikulum dalam skala kecil yang selanjutnya digunakan
dalam skala yang lebih luas, tetapi dalam prosesnya sering mendapat tantangan
atau ketidaksetujuan dari pihak-pihak tertentu, karena sifatnya Ingin mengubah
atau mengganti kurikulum yang ada.
Bentuk
ini kurang bersifat formal, Beberapa guru yang merasa kurang puas dengan
kurikulum yang ada, mencoba menggunakan hal-hal lain yang berbeda dengan yang
berlaku. Dengan kegiatan ini mereka mengharapkan ditemukan kurikulum atau aspek tertentu dari kurikulum yang lebih baik, untuk
kemudian digunakan di daerah yang lebih luas.
Kebaikan :
Kurikulum
disusun dan dilaksanakan dalam situasi
tertentu yang nyata, maka akan dihasilkan
suatu kurikulum atau aspek tertentu dari kurikulum yang lebih praktis.
Perubahan
atau penyempurnaan kurikulum dalam aspek
tertentu yang khusus, sedikit sekali untuk dirolak oleh administrator,
dibandingkan dengan perubahan dan penyempurnaan yang menyeluruh.
Pengembangan
kurikulum dalam skala kecil dapat menembus hambatan yang sering dialami
Bersifat
grass roots artinya mmenempatkan guru sebagai pengambil inisiatif dan
narasumber yang dapat menjadi pendorong bagi para administrator untuk
mengembangkan program baru.
Kelemahannya :
Bagi
guru yang tidak turut berpartisipasi mereka akan memnerima dengan ragu-ragu.
Sampai terjadi apatisme.,
4. Pengembangan Kurikulum Model Tyler,
Model ini lebih bersifat bagaimana
merancang suatu kurikulum
ada 4 hal fundamental :
Menentukan
tujuan
Dalam penyusunan
suatu kurikulum merumuskan tujauan merupakan lagngkah utama yang harus
dikerjakan. Sifat pengembangan kurikulum ada tiga ; discipline oriented artinya
penguasaan konseptergambar dalam disiplin ilmu sebagai tujuan utama, Child
Oriented, kurikulum yang lebiih berpusat kepada pengembangan pribadi siswa yang
berhubungan dengan pengembangan minat dan bakat serta kebutuhan untuk membekali
hidupnya
,society
oriented lebih memposisikan kurikulum sekolah sebagai alat untuk
memperbaikikehidupan masyarakat.
Menentukan
pengalaman belajar
Pengalaman
belajar adalah segala aktivitas sswa dalam berinteraksi dengan lingkungan.
Pengalaman belajar menunjuk kepada aktivitas belajar. Prinsip pengalaman
belajar : satu sesuai dengan yujuan, dua, setiap pengalaman belajar harus
memuaskan siswa,tiga setiap rancangan pengalaman belajar dengan melibatkan siswa, empat dalam satu
pengalaman belajar dapat mencapau tujuan yang berbeda.
Mengorganisasi
pengalaman belajaryaitu
Mengorganisasikan
pengalaman belajar bisa dalam benutk unit mata pelajaran atau dalam bentuk
program, kriterianya berkesinambungan, urutan isi dan integrasi
Evaluasi
Evaluasi
memegang peranan penting, sebab dengan evaluasi dapat ditentukan apakah
kurikulum yang digunakan sudah sesuai dengan tujuan atau belum. Ada dua aspek
yang harus diperhatikan :
Pertama,
evaluasi harus menilai apakah telah terjaadi perubahan tingkah laku siswa
sesuai dengan tujuan pendidikan yang telah dirumuskan.
Dua, evaluasi
sebaiknya menggunakan lebih dari satu alat penilaian dalam suatu waktu
tertentu.
Pengembangan Kurikulum Model Taba
Model ini lebih
menitikberatkan kepada bagaimana mengembangkan kurikulum sebagai suatu proses
perbaikan dan penyempurnaan kurikulum
5
langkah pengembangan kurikulum model taba :
Menghasilkan unit-unit percobaan (pilot unit )
melalui langkah-langkah :
a. Mendiagnosis kebutuhan
b. Memformulasikan tujuan
c. Memilih isi
d. Mengorganisasi isi
e. Memilih pengalaman belajar
f. mengorganisasi pengalaman belajar
g. Menentukan
alat evaluasi
h. Menuji
keseimbangan isi kurikulum
2. Menguji coba
unit eksperimen untuk memperoleh data dalam rangka menemukan validitas dan
kelayakan penggunaannya
3. Merevisi dan
mengkonsolidasikan unit-unit eksperimen berdasarkan data yang diperoleh dalam
uji coba
4. Mengembangkan
keseluruhan kerangka kurikulum
5. Implementasi
dan diseminasi kurikulum yang telah teruji
Pengembangan Kurikulum model Oliva
Menurut Oliva
suatu model kurikulum harus bersifat sederhana, komprehensif dan sistematik.
Oliva menggambarkan model pengembangan kurikulum dalam 12 komponen yang satu
sama lainnya saling berkaitan
Dari
bagan diatas , apat dijelaskan , komponen pertama dalam pengemabngan kurikulum
adalah perumusan filosofis, sasaran misi serta visi lembaga pendidikan yang
kesemuanya bersumber dari analisis kebutuhan siswa, dan analisis kebutuhan
masyarakat.
Komponen kedua
adalah analisis kebutuhan masyarakat dimana sekolah itu berada, kebutuhan siswa
dan urgensi dari disiplin ilmu yang harus diberikan sekolah.
Komponen ketiga
dan keempat berisi tentang tujuan umum dan khusus kurikulum yang
didasarkan kepada kebutuhan pada
komponen satu dan dua. Sedangkan dalam komponen V adalah bagaimana
mengorganisasikan rancangan dn mengimplemantasikan kurikulum.
Komponen VI dan
VII mulai menjabarkan kurikulum dalam bentuk perumusan tujuan. Apabila tujuan
pembelajaran telah dirumuskan maka selanjutnya menetapkan strategi pembelajaran
yang dimungkinkan dapat mencapai tujuan seperti yang terdapat pada komponen
VIII. Selanjtnya pengembangan kurikulum dieruskan pada komponen X yaitu
mengimplemetasikan strategi pembeljaran.
Menurut olive
model yang dikembangkan digunakan dalam beberapa dimensi.Perta untuk
penyempurnaan kurikulum sekolah dalam bidang-bidang khusus. Kedua model ini
digunakan untuk membuat kepusandalam merancang suatu model program kurikulum
7. Pengembangan Kurikulum Model Beauchamp
Ada 5 langkah :
1.Menetapkan
wilayah atau area yang akan melakukan perubahan suatu kurikulum
2.Menetapkan
orang-orang yang akan terlibat dalam proses pengembangan kurikulum
3.Menetapkan
prosedur yang akan ditempuh
4. Implementasi
kurikulum
5. Melaksanakan
evaluasi kurikulum
D. ORGANISASI KURIKULUM
Secara
umum terdapat beberapa jenis organisasi kurikulum :
Mata pelajaran terpisah-pisah
Kurikulum terdiri dari sejumlah mata
pelajaran yang terpisah-pisah yang
diajarkan sendiri tanpa ada hubungan
dengan mata pelajaran lainnya.
Masing-masing diberikan pada waktu
tertentu dan tidak mempertimbangkan minat,kebutuhan dan kemampuan siswa, semua
materi diberikan sama
2.
Mata Pelajaran berkorelasi ( correlated )
Korelasi
diadakan sebagai upaya untuk mengurangi kelemahan-kelemahan sebagai akibat
pemisahan mata ajaran. Prosedur yang ditempuh adalah menyampaikan pokok-pokok
yang saling berkorelasi guna memudahkan siswa memahami pelajaran tertentu
Bidang
Study ( broad field )
Organisasi
kurikulum berupa pengumpulan beberapa mata ajar dan sejenis serta memiliki
ciri-ciri yang sama dan dikorelasikan dalam satu bidang pengajaran. Salahsatu mata
pelajaran dapat dijadikan core subject,
sedangkan mata pelajaran lainnya
dikorelasikan dengan core tersebut
Program
yang Berpusat pada Anak ( Child Centered )
Program
Kurikulum yang menitik beratkan pada kegiatan peserta didik bukan pada mata
pelajaran
Eclectic
Program
Suatu Program
yang mencari keseimbangan antara organisasi kurikulum yang terpusat pada mata
pelajaran dan peserta didik
III. KESIMPULAN
Banyak model
digunakan dalam pengembangan kurikulum. Pemilihan suatu modl pengembangan
kurikulum bukan saja didasarkan atas
kebaikan serta kemungkinan pencapaian hasil yang optimal, tetapi juga perlu
disesuaikan dengan system p dan system
pengelolaan pendidikan.
Kurikulum
memegang peranan penting dalam pendidikan, sebab berkaitan dengan penentuan
arah, isi dan proses pendidikan yang pada akhirnya menentukan macam dan
kualifikasi lulusan suatu lembaga pendidikan. Seiring dengan perkembangan jaman
dan tuntutan dari masyarakat, maka dunia pendidikan harus melakukan inovasi
dalam pendidikan. Inovasi pendidikan akan berjalan dan mencapai sasarannya jika
progam pendidikan tersebut dirancang dan di implementasikan sesuai dengan kondisi
dan tuntutan jaman.
Sebagai
implikasi dari pentingnya inovasi pendidikan menuntut kesadaran tentang peranan
guru. Seabagai tenaga professional, guru merupakan pintu gerbang inovasi
sekaligus gerbang menuju pembangunan yang terintegrasi. Hal ini dikarenakan
pembangunan dapat terlaksana jika dimulai dari membangun manusianya terlebih
dahulu. Tanpa manusia yang cakap, terampil, berpengetahuan, cerdas, kreatif dan
bertanggung jawab maka pembangunan yang terintegrasi tidak akan dapat
terlaksana dengan baik. Oleh karena itu, setiap guru dan tenaga
kependidikan lain harus memahami kurikulum dengan sebaik- baiknya.
Kurikulum
dan pembelajaran merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Sebagai suatu
rencana atau program, kurikulum tidak akan bermakna manakala tidak
diimplementasikan dalam bentuk pembelajaran. Demikian juga sebaliknya, tanpa
kurikulum yang jelas sebagai acuan, maka pembelajaran tidak akan berlangsung
secara efektif. Persoalan tentang bagaimana mengembangkan suatu kurikulum,
ternyata bukanlah hal yang mudah, serta tidak sesederhana yang kita bayangkan.
Dalam skala makro, kurikulum berfungsi sebagai suatu alat dan pedoman untuk
mengantar peserta didik sesuai dengan harapan dan cita-cita masyarakat. Oleh
karena itu, proses mendesain dan merancang suatu kurikulum mesti memerhatikan
sistem nilai (value system) yang berlaku beserta perubahan-perubahan
yang terjadi di masyarakat itu. kurikulum berfungsi mengembangkan seluruh
potensi yang dimiliki oleh peserta didik sesuai dengan bakat dan minatnya. Oleh
karena itu, proses pengembangannya juga harus memperhatikan segala aspek yang
terdapat pada peserta didik. Persoalan-persoalan tersebut yang mendorong begitu
kompleksnya proses pengembangan kurikulum. Kurikulum harus secara terus menerus
dievaluasi dan dikembangkan agar isi dan muatannya selalu relevan dengan
tuntutan masyarakat yang selalu berubah sesuai dengan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi.
B.
Rumusan Masalah
Dalam
makalah ini ada beberapa hal yang akan dibahas, yaitu :
Apa yang dimaksud Quality
Teacher dalam pengembangan Kurikulum ?
Apa saja aspek yang harus
dikembangkan pleh guru ?
Bagaimana peran guru dalam
mengembangkan kurikulum ?
C.
Tujuan dan Manfaat
Tujuan
1. Memahami peran guru professional dalam
pengembangan kurikulum
2. Memahami aspek-aspek yang harus dipahami
dalam pengembangan kurkulum
·Manfaat
1. Memberikan
khasanah wawasan yang lebih luas bagi penulis
2. Memberikan
motivasi dalam memberdayakan diri sebagai pendidik profesional
BAB II
PERAN QUALITY TEACHER DALAM MENGEMBANGKAN KURIKULUM
Defenisi Quality Teacher
Guru atau pendidik dalam Pasal 1 Ayat 6
Undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dinyatakan
bahwa “Pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru,
dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator,
dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya, serta berpartisipasi dalam
menyelenggarakan pendidikan.”.
Selanjutnya pada Pasal 39 ayat 2,
dinyatakan bahwa: ”Pendidik merupakan tenaga profesional yang bertugas
merencanakan dan melaksanakan pembelajaran, menilai hasil pembelajaran,
melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian
kepada masyarakat, terutama bagi pendidik pada perguruan tinggi”.
Guru yang
profesional memiliki beberapa dimensi yakni; kemampuan / kreativitas, rasa
tanggung jawab, komitmen, keterbukaan dan orientasi reward yang
tinggi. Untuk membentuk dimensi tersebut perlu kemandirian dari seorang guru. Guru
perlu mandiri terutama pada saat berdiri menghadapi siswa yang
beragam baik sifat maupun kemampuannya. Guru pun harus mampu menentukan sesuatu
yang menjadi ranah tanggung jawabnya. Penebaran nilai positif yang
dilakukan secara mandiri oleh guru kepada anak didiknya akan menjadi
modal kemandirian siswa dalam menghadapi dunia nyata di kelak kemudian
hari.
Guru yang
mandiri mampu mengembangkan kreativitas dalam mempersiapkan desain
pembelajarannya sebagaimana diungkapkan Shapero bahwa kemandirian sebagai
akibat dari standart kreativitas yang tinggi. Guru yang mandiri pada
dasarnya mampu tampil dalam segala cuaca , mampu mengambil sikap dalam situasi
sekritis apa pun maka menurut Elliot dan Jacobson dalam Mukhtar
penampilan pribadi yang merupakan factor bahwa seseorang memiliki sikap
yang benar – benar mandiri tidak sekedar berbasis pada peraturan yang telah
berlaku.
Dikaitkan
dengan kepemilikan yang harus ada pada seorang guru berarti: Pertama,
guru harus memiliki kepribadian yang bernilai sebagai pedoman hidup
dan nilai kehidupan yang meliputi sifat pribadinya yang harus baik. Artinya
dapat dipercaya dan dijadikan panutan oleh siswanya. Segala gerak
langkah seorang guru akan dinilai oleh lingkungan terutama
siswa-siswinya. Tentang kedisiplinan , tanggung jawab, sikap, kecerdasan
dan tutur katanya sangat diperhatikan oleh anak didiknya.
Kedua,
guru harus memiliki tanggung jawab untuk bertindak. Pembuatan seperangkat
administrasi pembelajaran merupakan tanggung jawab guru yang mesti dilakukan.
Sekali pun guru memiliki tanggung jawab untuk bertindak yang
berarti terkandung suatu kebebasan akan tetapi nilai-nilai kehidupan
tetap melekat erat pada diri seorang guru. Sehingga tuntutan tugas dari
pengabdian seorang guru sering berlawanan. Misalnya, dalam bekerja
hendaknya santai namun harus selesai dan tuntas, antara konflik pribadi
namun tetap harus rukun baik dengan siswa, rekan seprofesi maupun
terhadap atasan, dan bebas dalam menentukan langkah namun penuh tanggung jawab.
Ketiga,
guru harus memiliki semangat yang tinggi dalam bekerja. Dalam melaksanakan
panggilan jiwanya sebagai pendidik, guru memang harus rela berkorban demi
kemajuan dan peradaban siswanya. Apabila guru bekerja hanya semata-mata
mengharapkan adanya penghasilan ( reward ) maka segala gerak dan
langkahnya akan diperhitungkan berdasarkan pendapatan yang akan
diterimanya.
Akibat dari
guru yang demikian ini siswa akan terbengkelai, tidak melakukan proses
pembelajaran yang memadai. Sebaliknya, guru yang diharapkan adalah
guru yang dalam melakukan tugasnya didasarkan atas motivasi yang
tinggi, ikhlas mengabdi, semangat yang tinggi dan mandiri. Guru yang demikian
inilah sesungguhnya guru ideal.
Keempat,
guru harus memilki jiwa pendidik dan membekali diri sebagai guru
yang terdidik. Artinya memahami bahwa melaksanakan tugas sebagai
guru mengandung tantangan yang tidak sederhana. Di satu sisi
harus menerima siswa apa adanya di sisi lain harus
mampu menyelami alam pikiran siswa. Artinya guru hendaknya sanggup bersikap
empatik, pencetus ide, menuntun dan memberikan semangat kepada siswa untuk
berkembang lebih jauh melakukan sesuatu yang baru dan memberikan semangat
kepada setiap siswa tanpa terpaku pada tarap kemampuan intelektual atau
tingkat motivasi belajarnya. Guru yang mandiri akan tampil
menyenangkan siswa karena ia kreatif dalam mencetuskan ide-ide baru.
Kelima,
guru harus memiliki ilmu kependidikan. Dikaitkan dengan keberhasilan siswa
dalam belajar, keberhasilan proses pembelajaran dipengaruhi oleh
kepiawaian seorang tenaga pengajar. Efektivitas guru dan cara guru menopang
usaha belajar siswa inilah yang diharapkan tampak pada siswa.
B. Definisi dari Pengembangan
Kurikulum
Pada dasarnya pengembangan kurikulum adalah mengarahkan
kurikulum sekarang ke tujuan pendidikan yang diharapkan karana adanya berbagai pengaruh
yang sifatnya positif yang datangnya dari luar atau dari dalam sendiri dengan
harapan agar peserta didik dapat menghadapi masa depannya dengan baik.
Berikut ini adalah beberapa karakteristik dalam pengembangan
kurikulum:
Rencana
kurikulum harus dikembangkan dengan tujuan (goals dan general objectifes)
yang jelas.
Suatu
progam atau kegiatan yang dilaksanakan di sekolah merupakan bagian dari
kurikulum yang dirancang selaras dengan prosedur pengembangan kurikulum.
Rencana
kurikulum yang baik dapat menghasilkan terjadinya proses belajar yang baik
karena berdasarkan kebutuhan dan minat siswa.
Rencana
kurikulum harus mengenalkan dan mendorong difersitas diantara para
pelajar.
Rencana
kurikulum harus menyiapkan semua aspek situasi belajar mengajar, seperti
tujuan konten, aktifitas, sumber, alat pengukuran, penjadwalan, dan
fasilitas yang menunjang.
Rencana
kurikulum harus dikembangkan dengan karakteristik siswa pengguna.
The
subject Arm Approach adalah pendekatan kurikulum yang banyak di gunakan di
sekolah.
Rencana
kurikulum harus memberikan fleksibilitas untuk memungkinkan terjadinya
perencanaan guru – siswa .
Rencana
kurikulum harus memberikan fleksibilitas yang memungkinkan masuknya
ide-ide spontan selama terjadinya interaksi antara guru dan siswa dalam situasi
belajar yang khusus.
Rencana
kurikulum sebaiknya merefleksikan keseimbangan antara kognitif,
afektif, dan psikomotorik.
Beauchamp
mengemukakan lima prinsip dalam pengembangan teori kurikulum yaitu, ( Ibrahim,
2006 ) :
Setiap
teori kurikulum harus dimulai dengn perumusan tentang rangkaian kejadian
yang dicakupnya.
Setiap
teori kurikulum harus mempunyai kejelasan tentang nilai – nilai dan
sumber-sumber yang menjadi titik tolaknya.
Setiap
teori kurikulum perlu menjelaskan karakteristik desain kurikulumnya.
Setiap
teori kurikulum harus menggambarkan proses-proses penentuan kurikulum
serta interaksi diantara proses tersebut.
Setiap
teori kurikulum hendaknya mempersiapkan ruang untuk dilakukannya proses
penyempurnaan.
Pada
akhirnya, berbagai factor di atas mempunyai factor yang signifikan terhadap
pembuatan keputusan kurikulum.
C. Kerangka Pengembangan Kurikulum
Pengembanagnn
kurikulum harus mengacu pada sebuah kerangka umum, yang berisikan hal – hal
yang diperlukan dalam pembuatan keputusan.
Asumsi
Asumsi
yang digunakan dalam pengembangan kurikulum ini menekankan pada keharusan
pengembangan kurikulum yang telah terkonsep dan diinterpretasikan dengan
cermat, sehingga upaya-upaya yang terbatas dalam reformasi pendidikan,
kurikulum yang tidak berimbang, daninovasi jangka pendek dapat di hindarkan.
Dalam
konteks ini, kurikulum didefisinisikan sebagai suatu rencana untuk mencapai
hasil- hasil yang diharapkan, atau dengan kata lain suatu rencana mengenai
tujuan, hal yang dipelajari, dan hasil pembelajaran. Dengan demikian, kurikulum
teridiri atas beberapa komponen, yaitu hasil belajar dan struktur ( sekuens
berbagai kegiatan belajar ).
Tujuan pengembangan kurikulum
Istilah
yang digunakan untuk menyatakan tujuan pengembangan kurikulum adalah goals dan
objectives. Tujuan sebagai goals dinyatakan dalam rumusan yang lebih
abstrak dan bersifat umum, dan pencapaianya relative dalam jangka panjang.
Adapun tujuan sebagai objectives lebih bersifat khusus, operasional, dan
pencapaianya dalam jangka pendek.
Aspek
tujuan, baik yang dinyatakan dalam goals maupun objectives memainkan peran yang
sangat penting dalam pengembangan kurikulum. Tujuan berfungsi untuk menentukan
arah seluruh upaya kependidikan sekolah sekaligus menstimulasi kualitas
yang diharapkan. Tujuan pendidikan pada umumnya berdasarkan pada filsafat yang
dianut atau yang mendasari pendidikan tersebut.
Penilaian kebutuhan
Kebutuhan
merupakan hal yang pokok dalam perencanaan ( Unruh dan Unruh, 1984 ).
Dalam kaitanya dengan pengembangan kurikulum dan pembelajaran, kebutuhan
didefinisikan sebagai perbedaan antara keadaan actual dan keadaan ideal yang
dicita-citakan. Penilaian kebutuhan adalah prosedur, baik secara terstruktur
maupun informal, untuk mengidentifikasi kesenjangan antara situasi “ di sini
dan sekarang “ dengan tujuan yang di harapkan.
Konten kurikulum
Berkaitan
dengan konten kurikulum ini, Unruh (1984) hanya membahas enam bidang konten
kurikulum akademik untuk jenjang pendidikan dasar, yaitu Bahasa Indonesia,
Matematika, Sains (IPA), Studi Sosial (IPS), Bahasa Asing dan Seni. Meskipun
demikian, hendaknya kurikulum juga memberikan ruang bagi pelajaran lain selain
keenam bidang konten tersebut antara lain pendidikan jasmani dan kesehatan,
pendidikan agama dan berbagai pelajaran keterampilan lain yang dibutuhkan
siswa.
Sumber materi kurikulum
Materi
kurikulum dapat diperoleh dari buku-buku teks, buku petunjuk bagi guru, pusat
pendidikan guru, kantor konsultan kurikulum, departemen pendidikan dan agen
pelayanan pendidikan lainnya.
Implementasi kurikulum
Sebuah
kurikulum yang telah dikembangkan tidak akan berarti jika tidak
diimplementasikan, dalam arti digunakan di sekolah dan di kelas. Keberhasilan
implementasi terutama ditentukan oleh aspek perencanaan dan strategi
implementasinya. Pada prinsipnya, implementasi ini mengintegrasikan aspek-aspek
filosofis, tujuan, subject matter, strategi mengajar dan kegiatan
belajar, serta evaluasi dan feedback.
Evaluasi kurikulum
Evaluasi
adalah suatu proses interaksi, deskripsi dan pertimbangan (judgment) untuk
menemukan hakikat dan nilai dari suatu hal yang dievaluasi, dalam hal ini yaitu
kurikulum. Evaluasi kurikulum sebenarnya dimaksudkan untuk memperbaiki
substansi kurikulum, prosedur implementasi, metode instruksional, serta
pengaruhnya pada belajar dan perilaku siswa.
Keadaan di masa mendatang
Pesatnya
perubahan dalam kehidupan social, ekonomi, teknologi, politik serta berbagai
peristiwa lainnya memaksa kita semua berfikir dan merespon setiap perubahan
yang terjadi. Dalam pemngembangan kurikulum, pandangan dan kecenderungan pada
kehidupan masa datang sudah menjadi hal yang urgen. Setiap rencana pengembangan
kurikulum harus memasukkan pertimbangan kehidupan di masa depan, serta
implikasinya pada perencanaan kurikulum.
D. Peranan Guru dalam Pengembangan Kurikulum
Kurikulum
memiliki dua sisi yang sama pentingnya yakni kurikulum sebagai dokumen dan
kurikulum sebagai implementasinya. Sebagai sebuah dokumen kurikulum berfungsi
sebagai pedoman bagi guru dan kurikulum sebagai implementasi adalah realisasi
dari pedoman tersebut dalam kegiatan pembelajaran. Guru merupakan salah satu
faktor penting dalam implementasi kurikulum. Bagaimanapun idealnya suatu
kurikulum tanpa ditunjang oleh kemampuan guru untuk mengimplementasikannya,
maka kurikulum itu tidak akan bermakna sebagai suatu alat pendidikan, dan
sebaliknya pembelajaran tanpa kurikulum sebagai pedoman tidak akan efektif.
Dengan demikian peran guru dalam hal ini adalah sebagai posisi kunci dan dalam
pengembangnnya guru lebih berperan banyak dalam tataran kelas.
Murray Printr mencatat peran guru dalam level ini adalah sebagai berikut[7] :
Pertama,
sebagai implementers, guru berperan untuk mengaplikasikan kurikulum yang
sudah ada. Dalam melaksanakan perannya guru hanya menerima berbagai kebijakan
perumus kurikulum.dalam pengembangan kurikulum guru dianggap sebagai tenaga
teknis yang hanya bertanggung jawab dalam mengimplementasikan berbagai
ketentuan yang ada. Akibatnya kurikulum bersifat seragam antar daerah yang satu
dengan daerah yang lain. Oleh karena itu guru hanya sekadar pelaksana
kurikulum, maka tingkat kreatifitas dan inovasi guru dalam merekayasa
pembelajaran sangat lemah. Guru tidak terpacu untuk melakukan berbagai pembaruan.
Mengajar dianggapnya bukan sebagai pekerjaan profesional, tetapi sebagai tugas
rutin atau tugas keseharian.
Kedua,
peran guru sebagai adapters, lebih dari hanya sebagai pelaksana
kurikulum, akan tetapi juga sebagai penyelaras kurikulum dengan karakteristik
dan kebutuhan siswa dan kebutuhan daerah. Guru diberi kewenangan untuk
menyesuaikan kurikulum yang sudah ada dengan karakteristik sekolah dan
kebutuhan lokal. Hal ini sangat tepat dengan kebijakan KTSP dimana para
perancang kurikulum hanya menentukan standat isi sebagai standar minimal yang
harus dicapai, bagaimana implementasinya, kapan waktu pelaksanaannya, dan
hal-hal teknis lainnya seluruhnya ditentukan oleh guru. Dengan demikian, peran
guru sebagai adapters lebih luas dibandingkan dengan peran guru sebagai implementers.
Ketiga,
peran sebagai pengembang kurikulum, guru memiliki kewenganan dalam mendesain
sebuah kurikulum. Guru bukan saja dapat menentukan tujuan dan isi pelajaran
yang disampaikan, akan tetapi juga dapat menentukan strategi apa yang harus
dikembangkan serta bagaimana mengukur keberhasilannya. Sebagai pengembang
kurikulum sepenuhnya guru dapat menyusun kurikulum sesuai dengan karakteristik,
visi dan misi sekolah, serta sesuai dengan pengalaman belajar yang dibutuhkan
siswa.
Keempat,
adalah peran guru sebagai peneliti kurikulum (curriculum researcher).
Peran ini dilaksanakan sebagai bagian dari tugas profesional guru yang memiliki
tanggung jawab dalam meningkatkan kinerjanya sebagai guru. Dalam melaksanakan
perannya sebagai peneliti, guru memiliki tanggung jawab untuk menguji berbagai
komponen kurikulum, misalnya menguji bahan-bahan kurikulum, menguji efektifitas
program, menguji strategi dan model pembelajaran dan lain sebagainya termasuk
mengumpulkan data tentang keberhasilan siswa mencapai target kurikulum. Metode
yang digunakan oleh guru dalam meneliti kurikulum adalah PTK dan Lesson
Study.
Penelitian
Tindakan Kelas (PTK) adalah metode penelitian yang berangkat dari masalah yang
dihadapi guru dalam implementasi kurikulum. Melalui PTK, guru berinisiatif
melakukan penelitian sekaligus melaksanakan tindakan untuk memecahkan masalah
yang dihadapi. Dengan demikian, dengan PTK bukan saja dapat menambah wawasan
guru dalam melaksanakan tugas profesionalnya, akan tetapi secara terus menerus
guru dapat meningkatkan kualitas kinerjanya.
Sedangkan
lessonstudy adalah kegiatan yang dilakukan oleh seorang guru/
sekelompok guru yang bekerja sama dengan orang lain (dosen, guru mata pelajaran
yang sama/guru satu tingkat kelas yang sama, atau guru lainya), merancang
kegiatan untuk meningkatkan mutu belajar siswa dari pembelajaran yang dilakukan
oleh salah seorang guru dari perencanaan pembelajaran yang dirancang
bersama/sendiri, kemudian di observasi oleh teman guru yang lain dan setelah
itu mereka melakukan refleksi bersama atas hasil pengamatan yang baru saja
dilakukan. (Ridwan Johawarman, dalam Sumardi, 2009).
Dilihat
dari segi pengelolaannya, pengembangan kurikulum dapat dibedakan antara yang
bersifat sentralisasi, desentralisasi, sentral desentral
1.
Peranan Guru dalam Pengembangan Kurikulum yang Bersifat Sentralisasi
Dalam
kurikulum yang bersifat sentralisasi, guru tidak mempunyai peranan dan evaluasi
kurikulum yang bersifat makro, mereka lebih berperan dalam kurikulum mikro.
Kurikulum makro disusun oleh tim khusus yang terdiri atas para ahli.
Penyusunan kurikulum mikro dijabarkan dari kurikulum makro. Guru menyusun
kurikulum dalam bidangnya untuk jangka waktu satu tahun, satu semester,
beberapa minggu, atau beberapa hari saja.
Kurikulum
untuk satu tahun disebut prota, dan kurikulum untuk satu semester disebut
dengan promes. Sedangkan kurikulum untuk beberapa minggu, beberapa hari disebut
Rencana Pembelajaran. Program tahunan, program semester ataupun rencana
pembelajaran memiliki komponen-komponen yang sama yaitu tujuan, bahan
pelajaran, metode dan media pembelajaran dan evaluasi hanya keluasan dan
kedalamannya berbeda-beda. Tugas guru adalah menyusun dan merumuskan tujuan
yang tepat memilih dan menyusun bahan pelajaran yang sesuai dengan kebutuhan, minat
dan tahap perkembangan anak, memilih metode dan media mengajar yang bervariasi
serta menyusun metode dan alat yang tepat. Suatu kurikulum yang tersusun secara
sistematis dan rinci akan sangat memudahkan guru dalam implementasinya.
Walaupun kurikulum sudah tersusun dengan terstruktur, tapi guru masih mempunyai
tugas untuk mengadakan penyempurnaan dan penyesuaian-penyesuaian.
Implementasi
kurikulum hampir seluruhnya bergantung pada kreatifitas, kecakapan, kesungguhan
dan ketekunan guru. Guru juga berkewajiban untuk menjelaskan kepada para
siswanya tentang apa yang akan dicapai dengan pengajarannya, membangkitkan
motivasi belajar, menciptakan situasi kompetitif dan kooperatif serta
memberikan pengarahan dan bimbingan.
2.
Peranan Guru dalam Pengembangan Kurikulum yang Bersifat Desentralisasi
kurikulum
desentralisasi disusun oleh sekolah ataupun kelompok sekolah tertentu dalam
suatu wilayah atau daerah. Kurikulum ini diperuntukan bagi suatu sekolah
ataupun lingkungan wilayah tertentu. Pengembangan kurikulum semacam ini
didasarkan oleh atas karakteristik, kebutuhan, perkembangan daerah serta
kemampuan sekolah-sekolah tersebut. Dengan demikian, isi daripada kurikulum
sangat beragam, tiap sekolah atau wilayah mempunyai kurikulum sendiri tetapi
kurikulum ini cukup realistis.
Bentuk
kurikulum ini mempunyai kelebihan dan kekurangan. Kelebihannya antara lain : pertama,
kurikulum sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan masyarakat setempat. Kedua,
kurikulum sesuai dengan tingkat dan kemampuan sekolah baik kemampuan profesional,
finansial dan manajerial. Ketiga, disusun oleh guru-guru sendiri dengan
demikian sangat memudahkan dalam pelaksanaannya. Keempat, ada motivasi
kepada sekolah (kepala sekolah, guru), untuk mengembangkan diri, mencari dan
menciptakan kurikulum yang sebaik-baiknya, dengan demikian akan terjadi semacam
kompetisi dalam pengembangan kurikulum.
Beberapa
kelemahan kurikulum ini adalah: 1) tidak adanya keseragaman untuk situasi yang
membutuhkan keseragaman demi persatuan dan kesatuan nasional, bentuk ini kurang
tepat. 2) tidak adanya standart penilaian yang sama sehingga sukar untuk
diperbandingkannya keadaan dan kemajuan suatu sekolah/ wilayah dengan sekolah/
wilayah lainnya. 3) adanya kesulitan bila terjadi perpindahan siswa kesekolah/
wilayah lain. 4) sukar untuk mengadakan pegelolaan dan penilaian secara
nasional.5) belum semua sekolah/ daerah mempunyai kesiapan untuk menyusun dan
mengembangkan kurikulum sendiri.
3.
Peranan Guru dalam Pengembangan Kurikulum yang Bersifat Sentral- Desentral
Untuk
mengatasi kelemahan kedua bentuk kurikulum tersebut, bentuk campuran antara
keduanya dapat digunakan yaitu bentuk sentral-desentral. Dalam kurikulum yang
dikelola secara sentralisasi-desentralisasi mempunyai batas-batas tertentu
juga, peranan guru dalam dalam pengembangan kurikulum lebih besar dibandingkan
dengan yang dikelola secara sentralisasi. Guru-guru turut berpartisipasi, bukan
hanya dalam penjabaraban kurikulum induk ke dalam program tahunan/ semester/
atau rencana pembelajaran, tetapi juga di dalam menyusun kurikulum yang
menyeluruh untuk sekolahnya. Guru-guru turut memberi andil dalm merumuskan
dalam setiap komponen dan unsur dari kurikulum. Dalam kegiatan yang seperti
itu, mereka mempunyai perasaan turut memilki kurikulum dan terdorong untuk
mengembangkan pengetahuan dan kemampuan dirinya dalam pengembangan kurikulum.
Karena
guru-guru sejak awal penyusunan kurikulum telah diikutsertakan, mereka memahami
dan benar-benar menguasai kurikulumnya, dengan demikian pelaksanaan kurikulum
di dalam kelas akan lebih tepat dan lancar. Guru bukan hanya berperan sebagi
pengguna, tetapi perencana, pemikir, penyusun, pengembang dan juga pelaksana
dan evaluator kurikulum.
BAB III
KESIMPULAN
Pengembangan
kurikulum adalah mengarahkan kurikulum sekarang ke tujuan pendidikan yang
diharapkan karana adanya berbagai pengaruh yang sifatnya positif yang datangnya
dari luar atau dari dalam sendiri dengan harapan agar peserta didik dapat
menghadapi masa depannya dengan baik. Pengembanagnn kurikulum harus mengacu
pada sebuah kerangka umum, yang berisikan hal – hal yang diperlukan dalam
pembuatan keputusan yang meliputi asumsi, tujuan pengembangan kurikulum,
penilaian kebutuhan, konten kurikulum, sumber materi kurikulum, implementasi
kurikulum, evaluasi kurikulum dan keadaan di masa mendatang.
Sumber
Daya Manusia (SDM) pengembangan kurikulum adalah kemampuan terpadu dari daya
piker dan daya fisik yang dimiliki oleh setiap pengembang kurikulum dari
tingkat pusat sampai tingkat daerah. Sumber daya manusia tersebut terdiri atas
berbagai pakar ilmu pendidikan, administrator pendidikan, guru, ilmuwan, orang
tua, siswa, dan tokoh masyarakat. Guru merupakan salah satu faktor penting
dalam implementasi kurikulum. Bagaimanapun idealnya suatu kurikulum tanpa
ditunjang oleh kemampuan guru untuk mengimplementasikannya, maka kurikulum itu
tidak akan bermakna sebagai suatu alat pendidikan, dan sebaliknya pembelajaran
tanpa kurikulum sebagai pedoman tidak akan efektif. Dari uraian makalah di
atas, telah memberikan gambaran kepada kita bahwa guru memegang peranan yang
penting dalam pengembangan kurikulum.
DAFTAR PUSTAKA
Hamalik,
Oemar. Prof. DR. 2006. Pendidikan Guru Berdasarkan Pendekatan Kompetensi.
Jakarta: PT. Bumi Aksara
Hamalik,
Oemar. Prof. DR. 2007. Dasar – Dasar Pengembangan Kurikulum. Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya.
Sukmadinata,
Nana Syaodih. Prof. DR. 2007. Pengembangan Kurikulum Teori Dan Prakatek.
Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Sanjaya,
Wina. DR.M.Pd.2006. Pembelajaran Dalam Implementasi Kurikulum Berbasis
Kompetensi. Jakarta: Kencana
Khaeruddin,
Drs. MA, Dkk. 2007. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) Konsep Dan
Implementasinya Di Madrasah. Semarang: Pilar Media
Hamalik,
Oemar. Prof. DR. 2007. Proses Belajar Mengajar. Jakarta : Bumi
Aksara
Dakir,
Drs. 2004. Perencanaan Dan Pengembangan Kurikulum. Jakarta: Renika Cipta .
Nasution,
Prof. 1982 Asas-asas Kurikulum. Bandung : Jemmars.